JAKARTA, KOMPAS.com - DPR telah mengetok palu pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU), Senin (5/10/2020).
Ketok palu tersebut dilakukan oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin setelah mendapatkan persetujuan dari peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.
Isi RUU Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal.
Khusus untuk pembangunan rumah susun atau apartemen, Pemerintah mengubah sejumlah ketentuan dalam Pasal 26 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun.
Perubahan ini tertuang dalam Pasal 51 UU Cipta Kerja.
Dalam membangun rumah susun, pelaku pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan rumah susun (sarusun), bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Pasal 26 ayat 1 menyebutkan pemisahan rusun sebagaimana telah disebutkan wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian.
Lalu, Pasal 26 ayat 2 dijelaskan, "Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk menetapkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP), Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Sarusun, dan perjanjian pengikatan jual beli".
Namun, ketentuan tersebut dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Sementara gambar dan uraian yang dimaksud dalam Pasal 51 UU Cipta Kerja berupa bentuk akta pemisahan yang disahkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disahkan oleh Gubernur sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Baca juga: Izin Kepemilikan Apartemen Bagi Warga Asing Ada dalam RUU Cipta Kerja
Adapun ketentuan dalam Pasal 26 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun yang diubah dan dihapus dalam UU Cipta Kerja sebagai berikut:
Pasal 26
(1) Pemisahan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian.
(2) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk menetapkan NPP, SHM sarusun atau SKBG sarusun, dan perjanjian pengikatan jual beli.
(3) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sebelum pelaksanaan
pembangunan rumah susun.
(4) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk akta
pemisahan yang disahkan oleh bupati/walikota.
(5) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) disahkan oleh Gubernur.