Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Terbaru Pulau Rinca, Bakal "Jurassic Park" yang Ditentang

Kompas.com - 17/09/2020, 09:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengembangkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Salah satu kawasan yang akan mengalami perubahan desain secara signifikan adalah Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo (TNK), di Kabupaten Manggarai Barat.

Pulau ini bakal disulap menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara berkelanjutan.

Tujuan utama konsep tersebut untuk mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR telah menganggarkan dana Rp 97 miliar yang dialokasikan untuk pembangunan dermaga sejumlah Rp 47 miliar dan fasilitas penunjang wisata Rp 50 miliar.

Baca juga: Basuki Pastikan Penataan Infrastuktur Labuan Bajo Tuntas Tahun Ini

Selain itu, Kementerian PUPR juga mengalokasikan anggaran dukungan infrastruktur di bidang Sumber Daya Air (SDA) senilai Rp 67,7 miliar yakni, pembangunan sarana dan prasarana pengaman Pantai Lohbuaya di Pulau Rinca.

Kedua ditjen ini telah mendandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) untuk pembangunan sarana dan prasarana wisata alam di Pulau Rinca.

Penandatanganan PKS tersebut dilakukan oleh Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya Didiet Arief Akhdiat dan Direktur Air Tanah dan Air Baku Ditjen SDA Kementerian PUPR Iriandi Azwartika dengan Dirjen KSDAE Kementerian LHK Wiratno, pertengahan Juli 2020.

Dirjen KSDAE KLHK Wiratno mengatakan, tujuan penandatanganan PKS adalah sebagai landasan bagi Kementerian PUPR dan Kementerian LHK dalam menyusun dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di Loh Buaya di Pulau Rinca.

“Melalui PKS ini, pengembangan Pulau Rinca sebagai destinasi wisata premium berkelas dunia dapat dilaksanakan secara terpadu dengan mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan,” ucap Wiratno.

Jurassic Park

Dalam rancangan pengembangan dan penataan Pulau Rinca, akan dibangun kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, penginapan untuk peneliti dan pemandu wisata (ranger).

Area trekking untuk pejalan kaki dan shelter pengunjung didesain melayang atau elevated, agar tidak mengganggu lalu lintas Komodo.

Menurut Arsitek yang mengerjakan desain KSPN Super Prioritas Labuan Bajo, Yori Antar Awal, penataan dan pengembangan kawasan Pulau Rinca tidak boleh mengganggu habitat Komodo.

Oleh karena itu, konsep desainnya diciptakan dengan pendekatan geopark berkelanjutan, mirip pengembangan Jurassic Park.

Dermaga Loh Buaya, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT).Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Dermaga Loh Buaya, Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dari hasil survei yang telah dilakukan bersama pihak Taman Nasional Komodo (TNK), Yori mengakui, di Pulau Rinca terlalu banyak bangunan yang tidak kontekstual satu sama lain dan posisinya tersebar.

Untuk itu, dalam konsep desain yang akan diterapkan, hanya satu titik yang akan dibangun struktur besar untuk melihat atraksi Komodo.

Ini artinya, hanya satu liang yang bisa dimanfaatkan untuk atraksi wisata dan satu liang tersebut diisi 70 ekor komodo.

Sebagian besar liang akan dilindungi agar habitat Komodo tidak terusik dan terganggu aktivitas wisatawan.

Baca juga: Rencana Pemerintah Menyulap Pulau Rinca Jadi Jurassic Park Tuai Kecaman

"Setelah konsultasi dengan TNK, hanya satu liang yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai atraksi wisata," ucap Yori.

Selain itu, akan dibangun jalur berbeda antara manusia atau pengunjung dan Komodo dengan struktur melayang atau elevated setinggi 2 meter.

Nantinya, pengunjung bisa melihat lalu lintas Komodo dari atas jalur ini tanpa mengganggu aktivitas dan habitat Komodo.

Yori juga akan mengakomodasi pembangunan shelter untuk ranger Komodo, pemandu wisata, dan peneliti.

Dermaga Pulau Rinca juga tak luput dari sentuhan arsitektural dengan berbentuk lidah Komodo.

Demikian pula dengan rumah-rumah warga di sekitarnya akan ditata lebih rapi dan sesuai dengan kearifan lokal dengan mengadopsi desain rumah tradisional Manggarai.

Rencana pemerintah ini mendapat tentangan dari masyarakat setempat. Salah satunya dari Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat.

Forum ini menolak pembangunan sarana dan prasarana geopark di kawasan Loh Buaya, Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo.

Ketua Formapp Manggarai Barat Aloysius Suhartim Karya menyatakan penolakannya kepada Kompas.com, Rabu (16/9/2020).

Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Penolakan terhadap pembangunan ini sudah kami sampaikan berkali-kali, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1.000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores, pada tanggal 12 Februari 2020," tegas Aloysius.

Formapp menyampaikan beberapa alasan penolakan terhadap pembangunan tersebut.

Pertama, kata Aloysius, pembangunan sarana dan prasarana berupa bagunan geopark di kawasan Loh Buaya bertentangan dengan hakikat keberadaan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi.

Hal ini sebagaimana tertuang melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 306 Tahun 1992 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo.

Dalam SK tersebut dijelaskan, Taman Nasional Komodo adalah kawasan konservasi alami yang utuh dari satwa komodo dan ekosistem lainnya, baik di darat maupun di laut.

Kedua, model pembangunan sarana dan prasarana geopark dengan cara betonisasi dapat menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya.

Kedua, model pembangunan sarana dan prasarana geopark dengan cara betonisasi dapat menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya.

Seperti tercantum dalam Permen LHK P.13/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Penguasahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

"Ketiga, pembangunan sumur bor sebagai bagian dari sarpras ini juga akan sangat membawa dampak buruk bagi matinya sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa dan tumbuhan yang menghuni kawasan Loh Buaya dan sekitarnya," lanjut Aloysius.

Pembangunan tersebut juga berpotensi menghancurkan desain besar industri pariwisata dan merugikan para pelaku wisata dan masyarakat Manggarai Barat.

"Pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional akan rusak," cetus Alysius.

Kelima, Formapp Manggarai Barat menolak karena pembangunan sarana dan prasarana ini hanya untuk melayani kepentingan investor yang hendak berinvestasi di dalam kawasan TNK.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com