JAKARTA, KOMPAS.com- Sekretaris Jenderal Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono menilai ditundanya kenaikan tarif jalan tol adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap menurunnya kredibilitas pemerintah di Sektor Infrastruktur.
Kondisi ini dinilai kontraproduktif dengan upaya Indonesia untuk meningkatkan partisipasi swasta dan badan usaha dalam pembangunan infrastruktur.
Padahal, sektor infrastruktur membutuhkan kepemimpinan pemerintah yang kuat, baik dalam hal kebijakan politik, perencanaan, maupun pelaksanaannya adalah modal utama terciptanya iklim investasi yang baik
Krist juga menilai, pemerintah saat ini berlarut-larut dalam mengambil keputusan terkait dengan proyek infrastruktur.
Selain menunda kenaikan tarif tol, dalam hal pembebasan tanah dan dana talangan, stimulus ekonomi, kompensasi atas reklasifikasi golongan kendaraan dan tariff cap, Pemerintah kerap kali berlarut-larut.
Baca juga: Akhirnya, Penyesuaian Tarif Tol Cipularang dan Padaleunyi Ditunda
Demikian halnya dalam usulan penutupan jalan tol, penanganan kendaraan over dimension over load (ODOL) dan lainnya.
"Leadership pemerintah yang lemah akan menurunkan appetite pemilik modal dan para investor menanamkan investasinya di infrastruktur Indonesia," tutur Krist kepada Kompas.com, Rabu (9/9/2020).
Dia menegaskan, pembangunan infrastruktur adalah keputusan politik pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan kepemimpinan yang kuat.
Menurutnya, kepemimpinan dalam pembangunan infrastruktur membuat program ini dapat berjalan baik di lapangan.
Namun dalam perjalanannya, kepemimpinan atau leadership dalam pembangunan infrastruktur harus memenuhi beberapa unsur.
Pertama adalah pernyataan otoritatif yang menjadikan infrastruktur sebagai program utama.
Krist menambahkan, deklarasi infrastruktur sebagai program prioritas baik pada periode pertama maupun kedua pada Pemerintahan Kabinet Indonesia Maju adalah bagian dari upaya ini.
Baca juga: ATI Tolak Usulan Anies soal Road Bike Event di Jalan Tol
Setelah itu, diikuti dengan politik angagaran yang memberikan porsi semakin besar kepada infrastruktur dalam postur APBN setiap tahunnya.
"Unsur leadership yang kedua adalah aspek perencanaan pembangunan infrastruktur," ucap Krist melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (7/9/2020).
CEO Toll Road Business Group Astra Infra ini menyebut, kementerian dan lembaga sebagai representasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah institusi yang diberi mandat konstitusional untuk merencanakan serta mengadakan proyek-proyek infrastruktur yang diperlukan publik.
"Baik itu infrastruktu ekonomi, infastruktur sosial, maupun infrastruktur publik lainnya," tutur dia.
Dengan demikian, pemerintah seharusnya merencanakan pembangunan infastruktur (solicited) secara konsisten dan tidak mengalihkannya kepada pihak lain.
Pengalihan peran pembangunan infrastruktur, menurut Krist, dikhawatirkan akan menimbulkan bias tujuan dan ukuran kelatakan, terutama dari perspektif nilai publik.
"Termasuk dalam merancang model bisnis pengadaan infrastruktur publik ini," tutur Krist.
Dia menambahkan, keterbatasan anggaran membuat pemerintah menawarkan model Kerjasama Pemerinta dan Badan Usaha (KPBU) atau model Proyek Public Private Partnership (PPP).
Dengan model ini, model proyek infrastruktur yang dikerjakan harus dijaga karena menyangkut kredibilitas pemerintah.
Krist menambahkan, unsur leadership terakhir adalah aspek pelaksanaan. Menurutnya, pemerintah harus hadir mengawal pelaksanaan proyek infrastruktur.
"Pemerintah diminta hadir secara konsisten mengawal pelaksanaannya, implementasi semua keputusan politik, termasuk model bisnis KPBU yang melibatkan investasi badan usaha dan swasta," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.