JAKARTA, KOMPAS.com - Crown Group mengincar Rp 200 miliar-Rp 250 miliar dari penjualan marketing produk apartemen yang dipasarkan di Indonesia.
Apartemen terbaru ini berlokasi di kawasan Southbank, Melbourne, Negara Bagian Victoria, Australia.
Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia Tyas Sudaryomo mengatakan, perolehan penjualan marketing tersebut berasal dari 30 unit apartemen yang dipasarkan secara perdana di Indonesia pada November 2020 mendatang.
"Kuota untuk pasar Indonesia paling banyak yakni 30 unit dari total 45 unit untuk pasar Mancanegara di luar Australia. Sisa 15 unit lainnya dibagi untuk pasar lain di Asia," ujar Tyas menjawab pertanyaan Kompas.com, Selasa (11/8/2020).
Baca juga: Teknologi Digital Dorong Penjualan Crown Group Rp 630 Miliar
Dengan harga mulai dari Rp 5,6 miliar untuk tipe studio berukuran 44 meter persegi, Tyas optimistis, apartemen ini dapat diterima pasar Indonesia dengan baik.
Terlebih dalam tiga tahun terakhir sejak 2016, menurut Manajer Penjualan Crown Group Indonesia Reiza Arief, konsumen asal Indonesia selalu menempati posisi ketiga pembeli asing terbanyak di Australia.
Hal ini menyusul terjadinya perlambatan investasi yang dilakukan pembeli asal China yang sebelumnya sangat gencar membelanjakan uangnya di sektor properti Negeri Kangguru ini.
Selain itu, tawaran yield dan gain dari investasi properti juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
"Seiring proyeksi pertumbuhan harga properti di Melbourne sekitar 4,6 persen, terutama di Southbank, hingga akhir tahun 2020," kata Reiza.
Tawaran keuntungan (gain) investasi sebesar 5,6 persen dari harga jual unit juga ikut memengaruhi mengapa pembeli asing tertarik masuk pasar Australia.
"Sementara tawaran imbal hasil dari pasar sekunder (sewa), saat ini rerata mencapai Rp 6 juta per minggu untuk tipe medium," imbuh Tyas.
Lepas dari tawaran angka-angka positif, faktor lain yang membuat properti di Australia dianggap menarik yakni kemudahan investasi bagi individu asing.
Tyas menjelaskan, berdasarkan Foreign Investment Review Board (FIRB), orang asing bisa membeli dan memiliki properti di Australia dengan syarat yang terhitung mudah.
Kendati demikian, orang asing non-residen (WNA) tetap perlu mengajukan dan menerima persetujuan investasi sebelum membeli properti residensial di Australia.
Baca juga: Iwan dan Paul, Duet Indonesia Penakluk Pasar Australia
WNA didefinisikan sebagai individu yang bukan penduduk biasa, termasuk pemegang visa yang mengizinkan orang tersebut untuk tinggal di Australia hanya untuk jangka waktu terbatas.
WNA diizinkan untuk membeli tempat residensial baru tanpa tunduk pada persyaratan apa pun. Selain itu, tidak ada batasan jumlah dan harga residensial yang boleh dibeli oleh WNA.
"Jadi, WNA hanya boleh membeli properti baru, bukan properti seken, lama atau hunian hasil renovasi (rehabilitasi)," jelas Tyas.
Sementara untuk status properti, Reza menerangkan, Australia menerapkan sistem kepemilikan free hold atau Hak Milik murni.
Hal ini mengacu regulasi Pemerintah Negara Bagian Victoria mengenai Environment, Land, Water, and Planning.
"Sertifikat Hak Milik (SHM) murni ini memberikan kepemilikan penuh atas tanah dan aset terkait untuk pemilik tanah dan pewarisnya. Beda dengan lease hold yang harus diperpanjang dalam kurun waktu tertentu, dan berbeda juga dengan SHM di Indonesia," tutur Reiza.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.