JAKARTA, KOMPAS.com - Kampanye jor-joran "Senin Harga Naik" yang dilakukan banyak pengembang untuk memasarkan propertinya, tampaknya bukan pilihan cerdas jika masih dilakukan pada saat sekarang.
Menurut CEO Leads Property Hendra Hartono, strategi pemasaran tersebut merupakan gimmick jadul (kuno) yang justru malah menjadi bumerang.
"Pada masa seperti sekarang ini gimmick-gimmick semacam itu bisa bikin pembeli makin pesimistis ya. Jangankan saat krisis seperti sekarang, tahun-tahun sebelumnya pun sudah tidak efektif lagi," kata Hendra menjawab Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Hal ini karena harga sudah terkoreksi sejak sektor properti mengalami perlambatan dalam tiga tahun terakhir. Terutama untuk sisa stok yang belum terjual pada tahun lalu.
Baca juga: Harga Rumah di Jakarta Lebih Mahal ketimbang New York dan Tokyo
Oleh karena itu, dia tidak menyarankan pengembang memainkan gimmick kenaikan harga yang cenderung tidak riil.
"Sebaliknya, stok yang ada bisa dijual secara bulk (dalam jumlah besar) dengan harga 30 persen lebih rendah (diskon) untuk konsumen yang mampu membayar secara tunai keras," ujar Hendra.
Meski terkoreksi, namun Hendra tidak sepakat bila harga properti sekarang disebut sudah menggambarkan keseimbangan atau ekuilibrium antara pasokan riil (real supply) dan permintaan riil (real demand).
Dia menganggap fluktuasi masih terjadi, karena kebutuhan properti sejatinya akan terus ada.
Bagi konsumen end user yang memiliki kemampuan daya beli dan memang membutuhkan, akan membeli properti.
Sedangkan yang memiliki kelebihan dana, akan mencari properti dengan harga miring untuk dijual lagi demi mendapatkan marjin.
Baca juga: Harga Rumah di Bogor Paling Murah Se-Jabodetabek
Jadi, menurut Hendra, real supply cuma ada pada sisa invetori, dan jika pengembang berharap launching saat ini, sepertinya teori belaka.
"Dengan demikian, belum terbentuk harga sesungguhnya (real price). Yang ada harga koreksi yang bisa sampai 40 persen yang menyebabkan harga sewa makin tertekan," imbuh dia.
Hal senada dikatakan Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, bahwa realitas sekarang pengembang tidak bisa menyodorkan harga permintaan (asking price) lebih tinggi.
"Tapi sudah ada kecenderungan menurunkan asking price," cetus Ferry.