Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miliki Rumah di Tengah Pandemi Bukan Lagi Mimpi

Kompas.com - 28/06/2020, 07:00 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer, selain sandang dan pangan. Namun, tak semua dari kita mampu memilikinya.

Terlebih bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rumah layak huni, aman, nyaman, dekat tempat beraktivitas, serta dilengkapi sejumlah fasilitas penunjang, hampir mustahil dimiliki.

Hal ini karena selain harganya selangit, akses pembiayaannya pun tak mendukung. Perbankan memberlakukan sejumlah persyaratan ketat yang justru makin mempersempit peluang MBR untuk memiliki rumah.

Pada akhirnya, MBR dan mungkin juga kalangan marjinal lainnya masih menganggap memiliki rumah adalah mimpi yang sulit diwujudkan.

Tak mengherankan jika kemudian angka backlog kepemilikan rumah atau home ownership rate  di Indonesia masih terhitung tinggi dibandingkan sesama negara Asia Tenggara.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka backlog kepemilikan rumah masih berada pada angka 11,4 juta rumah tangga pada tahun 2015.

Baca juga: Dengan SiKasep, Pemerintah Jamin Tak Ada Lagi Konsumen Tertipu Pengembang Bodong

Angka tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 11,4 juta rumah tangga Indonesia, baik MBR maupun non-MBR, yang menghuni rumah bukan milik sendiri.

Sementara tingkat kepemilikan rumah di Singapura pada periode yang sama sekitar 90,8 persen dari total populasi.

Singapura memiliki tingkat kepemilikan yang tinggi terutama karena skema perumahan publik yang sukses di bawah Housing Development Board (HDB). 

Untuk mengatasi masalah dan mengurangi disparitas tersebut, Pemerintah melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyalurkan dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Sejumlah program dan inovasi pun dilakukan untuk mendukung peningkatan kepemilikan rumah. Satu di antaranya adalah melalui pengembangan aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep).

Terobosan ini diluncurkan pada Desember 2019, dan mulai direalisasikan pada Januari 2020. Tujuannya adalah membantu MBR mempunyai rumah layak huni sesuai dengan penghasilannya melalui kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi.

Salah satu MBR yang merasakan manfaat dari SiKasep ini adalah Abdul Ghofur. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Ghofur bisa membeli rumah pertama yang diimpikan selama ini.

Pria yang bekerja sebagai perawat di sebuah fasilitas kesehatan masyarakat itu akhirnya mampu membeli rumah subsidi melalui fasilitas KPR Bank Jateng.

Sebelum memutuskan membeli rumah, Ghofur menjalani survei terlebih dahulu yang dilakukan tim penyigi dari Bank Jateng.

Survei tersebut terkait kelayakan dan kemampuan finansial (kemampuan bayar cicilan per bulan).

Kemudian, dia diperkenalkan dengan aplikasi SiKasep dan diarahkan untuk menggunakannya sejak awal proses pengajuan KPR.

“Saya rencana mau ambil KPR lewat Bank Jateng, sebelumnya sudah disurvei bank tahun 2019. Baru tahun 2020 disarankan pakai SiKasep,” ujar Ghofur ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/6/2020).

Baca juga: Selama Masa Transisi Tapera, FLPP Tetap Berjalan

Dia pun mulai mengakses aplikasi tersebut meski diakui bahwa proses yang harus dilalui tidaklah gampang. Salah satu kendala yang dia alami yaitu saat memasukkan data pribadi.

Pada awal mengakses aplikasi SiKasep, calon debitur diminta mengisi bagian Rekam Data Diri, antara lain berupa nama lengkap sesuai KTP, kata sandi, nomor KTP, NPWP, penghasilan per bulan, dan nomor ponsel.

Ghofur mengatakan, dia acap kali salah memasukkan data pribadi, sehingga harus mengulang lagi beberapa hari kemudian. Hal itu yang membuat proses registrasinya menjadi lebih lama.

“Prosesnya ada yang sulit dan gampang. Sulitnya itu memasukkan data-data sering keliru. Kan ada nama, NPWP, dan pilihan perumahan. Itu kalau salah masukkan harus telepon ke operatornya. Katanya dua hari baru bisa diurus. Jadi nunggu lama baru bisa diulang,” jelasnya.

Meski demikian, Ghofur merasa beruntung karena dengan aplikasi itu dia tidak perlu bolak-balik menemui pihak bank, pengembang, atau orang-orang yang terlibat dalam urusan KPR.

Terlebih lagi, saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat masyarakat harus mengurangi bepergian dan bertemu orang lain untuk mencegah meluasnya penyebaran virus tersebut.

“Kalau selama ngurusnya enggak ada kendala dengan pengembang dan bank. Dengan aplikasi ini (SiKasep), walaupun ada pandemi (Covid-19) jadi lebih gampang,” imbuh Ghofur.

Hingga akhirnya dia bisa mendapatkan rumah impiannya di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah, untuk ditinggali bersama istri dan anaknya.

Dia menuturkan, rumah tipe 36 yang dibelinya itu baru saja ditempati sekitar dua minggu, sejak awal Juni 2020.

Ghofur dikenakan kewajiban membayar angsuran lebih kurang Rp 900.000 per bulan dengan tenor 20 tahun.

Baca juga: SiKasep Diklaim Bantu Penyaluran Dana FLPP Tepat Sasaran

Berkaca pada pengalamannya, Ghofur menyarankan kepada PPDPP Kementerian PUPR agar para calon nasabah tidak hanya diminta mengunduh aplikasi tersebut, tetapi juga diberikan informasi sejelas mungkin.

Dengan demikian, kesulitan saat mengakses dan menggunakan aplikasi SiKasep tidak dialami oleh calon debitur lainnya.

Lain lagi pengalaman yang dirasakan oleh Erlin Hermawati. Ibu rumah tangga yang tinggal di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dan juga bekerja sebagai karyawan di perusahaan umum daerah (perumda) ini mengaku lebih mudah dalam mengurus KPR subsidi dengan adanya SiKasep.

Dia memutuskan untuk memanfaatkan fasilitas kredit Bank Jateng, dengan syarat harus menggunakan aplikasi SiKasep dan disarankan untuk mengunduhnya terlebih dahulu.

“Saya ikut SiKasep itu karena syarat dari Bank Jateng, disuruh download. Enggak ada kendala, lancar saja. Input data saya langsung selesai, dibantu mengisi sama petugas Bank Jateng,” kata Erlin kepada Kompas.com, Rabu (24/6/2020).

Dia merasa cukup terbantu dengan proses yang cepat, apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini, sehingga tidak harus keluar rumah untuk bertemu orang lain yang berisiko terjadinya penularan virus corona.

Belum lagi statusnya sebagai karyawan yang terikat jam kerja. Hal itu membuat waktu untuk mengurus persyaratan administrasi menjadi terbatas.

“Prosesnya enggak sampai satu bulan, dari Januari sampai Februari tahun ini. Cukup terbantulah,” ujarnya.

Rumah yang dibelinya itu berlokasi di daerah Mranggen, Demak. Dia merasa bersyukur bisa mewujudkan rencana memiliki rumah tinggal bersama suami dan anaknya pada tahun ini juga.

“Ini rumah pertama, sesuai keinginan. Memang target saya rencananya tahun 2020 harus punya rumah di sini. Alhamdulillah terwujud,” ucap Erlin.

Respons perbankan

Penyaluran KPR subsidi melalui aplikasi SiKasep sejak diluncurkan pada Desember 2019 hingga saat ini mendapat respons positif dari kalangan perbankan, salah satunya Bank Jateng.

Pelaksana Monitoring Kredit UMKM dan Program, Divisi Bisnis Ritel dan Consumer Bank Jateng, Putri Mei Rachmawati mengklaim, Bank Jateng merupakan bank pertama yang mencairkan KPR subsidi melalui SiKasep dibanding bank lain, tepatnya pada Januari 2020.

Dia menuturkan, Bank Jateng telah menyalurkan KPR lebih kurang Rp 10 miliar lewat aplikasi tersebut sampai Mei 2020.

Baca juga: Ada SSB, Pengembang Harap Bank Longgarkan Persyaratan Kredit

Nilai nominal itu mencakup 114 nasabah atau sekitar 70 persen dari target kuota yang dipatok untuk bank tersebut tahun ini. Bahkan, dia menargetkan pada Agustus mendatang 100 persen target sudah tercapai.

“Kami bisa mencapai 70 persen sampai Mei lalu, itu sekitar Rp 10 miliar untuk 114 nasabah. Kuota 150 untuk setahun ini. Targetnya Agustus nanti sudah habis 150,” kata Putri menjawab pertanyaan Kompas.com, Minggu (21/6/2020).

Dia memperkirakan, target itu bisa dipenuhi pada Agustus mendatang dan kemungkinan Bank Jateng akan mendapat tambahan kuota lagi hingga akhir tahun 2020.

Adapun pemberian fasilitas itu mencakup konsumen di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta melalui semua cabang yang ada di daerah tersebut.

Bahkan, ada juga konsumen di wilayah Jabodetabek yang diurus oleh perwakilan Bank Jateng di Jakarta.

Meski optimistis, Putri tak menampik bahwa selama pandemi Covid-19 terjadi penurunan pengajuan KPR subsidi.

Selain wabah, penurunan ini juga disebabkan ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitur. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko kredit macet.

Sebab, dalam beberapa bulan terakhir terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan gaji karyawan di berbagai perusahaan di Tanah Air.

Tentunya hal itu memengaruhi kemampuan seseorang yang wajib membayar cicilan barang setiap bulan, termasuk KPR.

“Saat pandemi ini ada penurunan pengajuan, tapi enggak signifikan. Biasanya 20 (konsumen) per bulan, jadi 15 per bulan. Kami harus tetap selektif. Jangan setelah mengajukan nanti di-PHK. Soalnya itu berhubungan dengan NPL (non-performing loan). Kalau ada apa-apa, nanti ditegur PPDPP,” terangnya.

Hingga saat ini, Bank Jateng telah menjalin kerja sama dengan 10-15 asosiasi pengembang, di antaranya REI dan Apersi.

Alasan dipilihnya sejumlah asosiasi tersebut yakni dianggap sudah berpengalaman dalam penyaluran KPR subsidi.

Seleksi lainnya juga dilakukan melalui aplikasi Sistem Registrasi Pengembang (Sireng), yang juga dikeluarkan oleh Kementerian PUPR.

Dalam pelaksanaannya, sambung Putri, ada pengembang yang ingin agar pihak bank meloloskan lebih banyak calon nasabah.

Namun, bagaimanapun juga, bank harus tetap selektif dan tidak bisa sembarangan supaya terhindar dari kredit macet seperti yang disebutkan tadi.

Dia pun menyarankan PPDPP agar meningkatkan kualitas teknologi dalam aplikasi SiKasep.

Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) sebagai salah satu bank penyalur KPR subsidi melalui SiKasep juga merasakan perubahan dari mewabahnya Covid-19.

Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Personal Lending Division BTN Suryanti Agustinar berujar, paling tidak ada dua perubahan yang dirasakan BTN.

Pertama, yaitu proses seleksi calon nasabah harus lebih diperketat karena ada calon debitur yang mengalami penurunan pendapatan, bahkan tidak lagi memiliki pekerjaan.

Dampak kedua yakni proses pembangunan rumah dan fasilitas penunjang. Sebab, banyak tenaga konstruksi yang tidak mau bekerja dengan alasan takut tertular virus corona.

Padahal, yang namanya rumah subsidi itu harus siap huni, termasuk infrastrukturnya, misalnya jaringan instalasi listrik dan air sudah terpasang, serta jalan sudah selesai terbangun. Untuk menyiapkan sejumlah fasilitas itu, tentu butuh waktu yang tidak sebentar.

Belum lagi pasokan bahan baku yang semakin sulit karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sehingga distribusi barang dan transportasi logistik pun terhambat.

“Jadi kita ini mau akad agak tersendat terkait kesiapan rumahnya karena tukang enggak ada. Pasokan bahan baku juga susah. Semoga setelah PSBB lebih ringan dan lebih berani untuk new normal,” ucap Yanti.

Dia pun berharap pembangunan bisa lebih cepat lagi, para kontraktor dan pekerja bangunan kembali bekerja untuk menyelesaikan bangunan.

Dengan demikian, proses akad KPR subsidi bisa langsung dilakukan setelah unit rumahnya tuntas dibangun.

Terkait aplikasi SiKasep, dia menyampaikan pentingnya komunikasi, terutama jaringan internet yang kadang menjadi masalah karena ada perumahan bersubsidi yang lokasinya agak susah terjangkau sehingga koneksi internetnya kurang lancar.

Kemudian, beberapa kali pihaknya mendapat keluhan dari pengembang karena mengalami kesulitan mengakses SiKasep dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), entah karena koneksi internet yang lumpuh (down) atau memang aplikasi itu susah diakses.

“Sebab, kita enggak bisa akad kalau belum ada approve dari SiKasep dan SiKumbang. Jadi yang lebih banyak komplain itu developer untuk masuknya susah,” imbuh Yanti.

Adapun penyaluran KPR subsidi dari BTN melalui SiKasep sejak diluncurkan sampai saat ini mencapai Rp 4,3 triliun yang mencakup 32.301 unit rumah subsidi di seluruh Indonesia.

BTN memuncaki urutan teratas dengan angka sekitar 90 persen penyaluran KPR subsidi di Tanah Air, lalu diikuti BNI dan BTN Syariah. 

Dominasi pencapaian itu, menurut dia, karena BTN menyediakan semua jenis pelayanan dari hulu ke hilir untuk segala golongan ekonomi masyarakat, termasuk KPR subsidi bagi MBR.

“Kami komplet satu paket, mulai dari pembebasan lahan, konstruksi, sampai KPR subsidinya,” pungkas Suryanti.

Sinkronisasi aturan pusat dan daerah

Sama seperti yang dialami nasabah dan perbankan, pelaksanaan aplikasi SiKasep dan SiKumbang tidak selamanya berjalan lancar di lapangan.

Dari sisi pengembang, mereka menemui sejumlah masalah terkait peraturan daerah (perda) yang tidak sinkron dengan regulasi dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian PUPR melalui PPDPP.

Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida dalam pembicaraan dengan Kompas.com, Jumat (26/6/2020).

Dia mengatakan, para pengembang harus menyesuaikan diri di lapangan terhadap SiKasep dan SiKumbang yang tidak bisa sepenuhnya berjalan lancar karena banyak perda yang bertentangan dengan aturan di aplikasi tersebut.

Sebagai contoh di Kediri, Yogyakarta, dan Banjarbaru. Izin mendirikan bangunan (IMB) di sana baru keluar setelah pembangunan sarana prasarana (sarpras) umumnya selesai dan diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) setempat.

“Dalam SiKasep itu diminta nomor IMB, ya enggak bisa dicantumkan karena izinnya belum keluar. Nah, ini jadi problem. Jadi pemda kadang-kadang mengeluarkan perda yang bertentangan. Hal-hal seperti ini harus saling koordinasi,” keluh Totok.

Terlebih saat pandemi Covid-19, Totok mengaku terjadi penurunan jumlah calon nasabah yang mengajukan KPR, termasuk melalui fasilitas SiKasep.

Angka penurunan itu berkisar 20 sampai 30 persen sejak pandemi pada Maret hingga Juni 2020.

Dia pun menyarankan PPDPP dan perbankan agar bisa merelaksasi persyaratan dalam seleksi calon debitur, sehingga jumlahnya bisa meningkat lagi.

Adapun jumlah anggota REI yang ikut dalam SiKasep mencapai 5.500 pengembang. Saat ini tercatat 20 asosiasi pengembang yang terdaftar dan jika diakumulasikan secara total lebih kurang 9.000 pengembang terlibat dalam aplikasi tersebut.

Perkembangan penyaluran dana FLPP

Untuk diketahui, hingga Jumat (26/6/2020), PPDPP Kementerian PUPR membukukan penyaluran dana FLPP mencapai Rp 7,11 triliun, sebagaimana dilansir Kompas.com pada Sabtu (27/6/2020).

"Penyaluran FLPP sudah mencapai 66,8 persen untuk membiayai 70.335 unit rumah," ujar Direktur Utama PPDPP Kementerian PUPR Arief Sabaruddin.

Dengan begitu, jumlah total penyaluran dana FLPP sejak tahun 2010 hingga 2020 senilai Rp 51,48 triliun untuk 725.937 rumah.

Arief menuturkan, MBR bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan perumahan murah dalam jangka panjang untuk membiayai kredit pemilikan rumah pertamanya melalui FLPP.

Pada tahun ini, PPDPP bekerja sama dengan 42 bank pelaksana yang terdiri dari 10 bank nasional dan 32 Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com