Lahan tersebut nantinya akan ditangani secara profesional dengan konsep pertanian modern.
Namun Wahyu menukas, alih fungsi lahan eks PLG menjadi food estate yang digarap dalam skala luas berpotensi mengubah lansekap serta berdampak signifikan pada lingkungan hidup.
Baca juga: Jembatan Menuju Lumbung Pangan Nasional Baru Tuntas Dibangun
Selain itu, ia juga menyayangkan tidak adanya kajian yang mendalam. Padahal, penetapan sebuah proyek dalam skala besar harus dilakukan dengan analisis dampak lingkungan dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
"Nah itu belum dilakukan tapi Pemerintah sudah melakukan penetapan kawasan, itu kan jadi masalah," jelas Wahyu.
Alih-alih melakukan kajian, Dimas menimpali, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan percepatan KLHS.
Prosedur ini disebut dilakukan tanpa melibatkan konsultasi publik.
"Rapid-KLHS ini kami belum dapat datanya, hasilnya. Tapi sepengetahuan kami saat ini hanya akan dilakukan sosialisasi. Bukan uji publik, tapi sosialisasi," ucap Dimas.
Dengan adanya sosialisasi, maka pemerintah sudah memutuskan kelangsungan proyek ini. Dimas menilai, prosedur ini tidak transparan karena tidak melibatkan peran serta masyarakat.
"Kalau uji publik kita melihat ada masukan-masukan dari masyarakat," tutur Dimas.
Dampak selanjutnya dari proyek PLG juga terjadi pada masyarakat yang telah mengelola gambut dengan cara tradisional.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan