Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi V DPR Anggap Permenhub 41 Absurd

Kompas.com - 09/06/2020, 20:28 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sumber setkab

3. Pengendalian transportasi udara, seperti penyesuaian kapasitas (slot time) bandara berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kemenhub.

4. Pengenaan sanksi administratif yang akan dikenakan kepada para operator sarana/prasarana transportasi dan para pengelola angkutan barang yang melanggar ketentuan.

Sanksi administratif tersebut mulai dari peringatan tertulis, pembekuan izin, pencabutan izin, dan denda administratif.

5. Perihal sosialisasi, pengendalian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh berbagai unsur yakni, Menhub, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur, Bupati/Wali Kota, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pusat dan daerah, Unit Pelaksana Teknis Kemenhub, dan para operator transportasi.

Atas terbitnya Permenhub ini, Anggota Komisi V DPR RI Syahrul Aidi Ma'azat melontarkan kritikan.

Syahrul berpendapat, relaksasi pembatasan yang tertuang dalam Permenhub tersebut tidak memiliki referensi yang jelas.

Sebab, new normal  hanya diklaim sepihak oleh Pemerintah tanpa adanya beleid yang pasti.

Baca juga: Sambut New Normal, Kemenhub Revisi Aturan Transportasi

Dari efek ketidakjelasan new normal tersebut, Syahrul mengungkapkan, teknis pelaksanaan menjadi absurd melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah termasuk Kemenhub.

"Sebagai contoh, Pasal 14 a Permenhub ini mengambil diskresi Menteri dengan tidak mencantumkan persentase/kuantitas pembatasan. Alhasil nanti akan terjadi kemungkinan diskriminasi penerapan di lapangan," ungkap Syahrul kepada Kompas.com, Senin (8/6/2020).

Selain itu, terbitnya Permenhub tersebut dianggap membuka peluang besar akan terjadinya gelombang kedua Pandemi Covid-19 yang luar biasa.

Hal ini disebabkan karena isi di dalam Permenhub tersebut tidak konsisten ketika masyarakat diminta untuk menjaga jarak fisik namun jumlah penumpang pada moda transportasi tersebut sebanyak 70 persen.

Syahrul mempertanyakan langkah seperti apa yang dilakukan Pemerintah dalam menyelamatkan masyarakatnya dari penyebaran virus Covid-19.

"Orang-orang disuruh mengikuti protokol kesehatan. Tapi, di sisi lain orang-orang dihadapkan dengan peperangan yang nyata di garda terdepan dengan Pandemi Covid-19," kata Syahrul.

Oleh karena itu, Syahrul mengimbau Pemerintah lebih bijaksana dalam mengeluarkan suatu kebijakan berdasarkan hasil riset.

Hal ini disebabkan persoalan epidemologi tidak bisa memakai perkiraan sepihak karena tak mengetahui standar dalam penerapan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau