Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anggota Komisi V DPR Anggap Permenhub 41 Absurd

Aturan tersebut ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Senin (8/6/2020).

Budi mengatakan, peraturan tersebut dibuat dalam rangka menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Budi melanjutkan, pembukaan kembali sejumlah aktivitas ekonomi akan berdampak pada terjadinya peningkatan aktivitas perjalanan orang melalui transportasi.

Oleh sebab itu, Kemenhub melakukan antisipasi dengan melakukan penyempurnaan Permenhub No 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Mencegah Penyebaran Covid-19.

"Kami berupaya untuk menyediakan transportasi agar masyarakat, baik itu petugas transportasi maupun penumpang tetap bisa produktif namun tetap aman dari penularan Covid-19 sebagaimana arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)," kata Budi seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet Indonesia, Selasa (9/6/2020)..

Ruang lingkup pengendalian transportasi yang dilakukan adalah untuk seluruh wilayah dan untuk wilayah yang ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pengendalian transportasi yang dilakukan seperti penyelenggaraan transportasi darat (kendaraan pribadi dan angkutan umum seperti mobil penumpang, bus, dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan), laut, udara dan perkeretaapian.

Para penumpang angkutan umum dan kendaraan pribadi, para operator sarana dan prasarana transportasi wajib melakukan penerapan protokol kesehatan.

Kemudian, penerapan pembatasan jumlah penumpang dari jumlah kapasitas tempat duduk dan penerapan physical distancing (jaga jarak fisik) saat persiapan perjalanan, selama perjalanan, dan saat sampai tujuan atau kedatangan.

Adapun revisi pada pasal-pasal dari Permenhub No 18 Tahun 2020 sebagai berikut:

1. Pembatasan jumlah penumpang dari jumlah kapasitas tempat duduk yang semula pada Permenhub 18/2020 maksimal 50 persen, pada Permenhub 41/2020 akan diatur selanjutnya oleh Menteri Perhubungan melalui Surat Edaran.

Misalnya, transportasi udara ditetapkan pembatasan jumlah penumpang maksimal 70 persen dari total jumah kapasitas tempat duduk dengan penerapan protokol kesehatan.

2.  Penggunaan sepeda motor yang dapat membawa penumpang dengan tujuan melayani kepentingan masyarakat maupun kepentingan pribadi dengan syarat tetap memenuhi protokol kesehatan.

Seperti melakukan aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB, melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah digunakan, menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika suhu badan di atas normal atau sakit.

3. Pengendalian transportasi udara, seperti penyesuaian kapasitas (slot time) bandara berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kemenhub.

4. Pengenaan sanksi administratif yang akan dikenakan kepada para operator sarana/prasarana transportasi dan para pengelola angkutan barang yang melanggar ketentuan.

Sanksi administratif tersebut mulai dari peringatan tertulis, pembekuan izin, pencabutan izin, dan denda administratif.

5. Perihal sosialisasi, pengendalian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh berbagai unsur yakni, Menhub, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur, Bupati/Wali Kota, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pusat dan daerah, Unit Pelaksana Teknis Kemenhub, dan para operator transportasi.

Atas terbitnya Permenhub ini, Anggota Komisi V DPR RI Syahrul Aidi Ma'azat melontarkan kritikan.

Syahrul berpendapat, relaksasi pembatasan yang tertuang dalam Permenhub tersebut tidak memiliki referensi yang jelas.

Sebab, new normal  hanya diklaim sepihak oleh Pemerintah tanpa adanya beleid yang pasti.

Dari efek ketidakjelasan new normal tersebut, Syahrul mengungkapkan, teknis pelaksanaan menjadi absurd melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah termasuk Kemenhub.

"Sebagai contoh, Pasal 14 a Permenhub ini mengambil diskresi Menteri dengan tidak mencantumkan persentase/kuantitas pembatasan. Alhasil nanti akan terjadi kemungkinan diskriminasi penerapan di lapangan," ungkap Syahrul kepada Kompas.com, Senin (8/6/2020).

Selain itu, terbitnya Permenhub tersebut dianggap membuka peluang besar akan terjadinya gelombang kedua Pandemi Covid-19 yang luar biasa.

Hal ini disebabkan karena isi di dalam Permenhub tersebut tidak konsisten ketika masyarakat diminta untuk menjaga jarak fisik namun jumlah penumpang pada moda transportasi tersebut sebanyak 70 persen.

Syahrul mempertanyakan langkah seperti apa yang dilakukan Pemerintah dalam menyelamatkan masyarakatnya dari penyebaran virus Covid-19.

"Orang-orang disuruh mengikuti protokol kesehatan. Tapi, di sisi lain orang-orang dihadapkan dengan peperangan yang nyata di garda terdepan dengan Pandemi Covid-19," kata Syahrul.

Oleh karena itu, Syahrul mengimbau Pemerintah lebih bijaksana dalam mengeluarkan suatu kebijakan berdasarkan hasil riset.

Hal ini disebabkan persoalan epidemologi tidak bisa memakai perkiraan sepihak karena tak mengetahui standar dalam penerapan tersebut.

https://properti.kompas.com/read/2020/06/09/202822721/anggota-komisi-v-dpr-anggap-permenhub-41-absurd

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke