Apabila demand normal 2 juta orang setiap hari, karena keterisian dibatasi maksimal 50 persen, maaka kebutuhan (supply) sarana diperlukan 2 x lipat ekuivalen keterisian untuk 4 juta pengguna baik kereta ( KRL/MRT/LRT) dan bus (TransJakarta).
Khusus KRL sarananya terbatas, sampai Desember 2019 PT Kereta Commuterline Indonesia mempunyai 1.100 unit KRL, dalam waktu dekat mustahil membeli lagi 1.100 unit KRL.
Kendati Maret 2020 telah datang KRL 120 unit dari rencana 336 unit KRL, namun 120 unit tersebut belum mendapatkan sertifikasi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
Untuk menyiasati kekurangan sarana KRL ini dapat dilakukan dengan penambahan rangkaian-rangkaian KRL.
Untuk KRL-KRL dengan 8 dan 10 rangkaian, bisa menjadi 12 rangkaian dalam 1 slot perjalanan kereta, sehingga mampu mengangkut keterisian maksimal.
Khusus PT Trans Jakarta mempunyai multi-operator sehingga penambahan sarana bus bisa dikondisikan, berbeda dengan PT KCI yang merupakan single-operator.
Untuk PT MRT Jakarta bila per hari mengangkut 100.000 orang, masih mempunyai sarana kereta yang cukup dalam jumlahnya.
Sebenarnya untuk KRL bisa disiasati juga melalui pola operasi keretanya dengan mengatur grafik perjalanan kereta (gapeka), headway bisa dipersempit (3-4 menit) sehingga ketika jam sibuk pagi atau sore hari bisa diperbanyak jam perjalanan keretanya.
Namun hal ini masih sulit dilakukan karena masih banyak perlintasan kereta sebidang dan tidak semua sistem persinyalan kereta open-block.
Bila secara teknis memang tidak mudah untuk mengatur operasi perjalanan kereta namun untuk mengindari penumpukan penumpang di stasiun bisa direkayasa non-teknis agar tidak terjadi penumpukan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan