Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deddy Herlambang
Pengamat Transportasi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN)

Jangan Sampai Blunder Lagi Mengatur Angkutan Umum Saat "New Normal"

Kompas.com - 03/06/2020, 13:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Setiap hari minimal 1 x wajib disemprot disinfeksi untuk interior kereta dan bus. Khusus fasilitas ruang publik di stasiun dan terminal/halte juga minimal 1 x wajib disemprot disinfeksi setiap hari.

Selama new normal bila kapasitas sarana angkutan umum dibatasi maksimum 50 persen dari total keterisian penuh penumpang oleh karena duduk dan berdiri berjarak sehat, maka jumlah sarana angkutan umum memerlukan jumlah sarana 2 x lipat dari sarana normal.

Apabila demand normal 2 juta orang setiap hari, karena keterisian dibatasi maksimal 50 persen, maaka kebutuhan (supply) sarana diperlukan 2 x lipat ekuivalen keterisian untuk 4 juta pengguna baik kereta (KRL/MRT/LRT) dan bus (TransJakarta).

Khusus KRL sarananya terbatas, sampai Desember 2019 PT Kereta Commuterline Indonesia mempunyai 1.100 unit KRL, dalam waktu dekat mustahil membeli lagi 1.100 unit KRL.

Kendati Maret 2020 telah datang KRL 120 unit dari rencana 336 unit KRL, namun 120 unit tersebut belum mendapatkan sertifikasi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).

Untuk menyiasati kekurangan sarana KRL ini dapat dilakukan dengan penambahan rangkaian-rangkaian KRL.

Untuk KRL-KRL dengan 8 dan 10 rangkaian, bisa menjadi 12 rangkaian dalam 1 slot perjalanan kereta, sehingga mampu mengangkut keterisian maksimal. 

Khusus PT Trans Jakarta mempunyai multi-operator sehingga penambahan sarana bus bisa dikondisikan, berbeda dengan PT KCI yang merupakan single-operator.

Untuk PT MRT Jakarta bila per hari mengangkut 100.000 orang, masih mempunyai sarana kereta yang cukup dalam jumlahnya.

Sebenarnya untuk KRL bisa disiasati juga melalui pola operasi keretanya dengan mengatur grafik perjalanan kereta (gapeka), headway bisa dipersempit (3-4 menit) sehingga ketika jam sibuk pagi atau sore hari bisa diperbanyak jam perjalanan keretanya.

Namun hal ini masih sulit dilakukan karena masih banyak perlintasan kereta sebidang dan tidak semua sistem persinyalan kereta open-block.

Bila secara teknis memang tidak mudah untuk mengatur operasi perjalanan kereta namun untuk mengindari penumpukan penumpang di stasiun bisa direkayasa non-teknis agar tidak terjadi penumpukan.

Rekayasa ini dapat diberikan kepada Gugus Tugas Covid-19 untuk meminta semua Kepala Daerah untuk membagi 3 kelompok jam pekerja baik PNS atau swasta.

Bila era normal semua sama-sama masuk kerja pukul 08.00 WIB dan pulang kerja pukul 17.00 WIB, kini ketika new normal jam masuk kerja dibagi 3 kelompok.

Kelompok 1 masuk pukul 07.00 WIB, kelompok 2 masuk pukul 08.00 WIB dan kelompok 3 masuk kerja pukul 09.00 WIB.

Untuk pulang tetap menyesuaikan jam kerja, yakni kelompok 1 pulang pukul 16.00 WIB, kelompok 2 pulang pukul 17.00 WIB, dan kelompok 3 pulang pukul 18.00 WIB.

Kita tetap memerlukan simulasi lagi agar lebih matang, secara teori seharusnya kepadatan penumpang bisa terurai mengingat dari semua sama-sama masuk kerja bareng pukul 08.00 WIB pagi kini new normal dibagi 3 kelompok jam kerja.

Tentunya tugas pembagian jam kerja di kantor-kantor pemerintah dan swasta adalah wewenang Kepala Daerah masing-masing di Jabodetabek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com