PANDEMI Covid-19 yang disebabkan SARS-CoV-2 tengah menghantam dunia sehingga menyebabkan terjadinya krisis.
Selain merenggut puluhan ribu korban jiwa, wabah ini juga mengganggu kegiatan ekonomi di banyak sektor.
Pemberlakuan lock down serta kebijakan-kebijakan lainnya untuk menghambat penyebaran Covid-19 menyebabkan perputaran roda ekonomi seolah terhenti, hingga pada akhirnya terjadi krisis ekonomi.
Sejatinya, setiap krisis bersifat multidimensi. Dampak dari Pandemi Covid-19 mulai dirasakan sejalan dengan turunnya perputaran ekonomi secara drastis.
Ini merupakan bagian kedua dari tiga tulisan mengenai relasi Covid-19 dengan kebiasaan baru dan dampaknya pada bisnis dan industri properti.
Tulisan pertama, dapat dibaca dengan mengklik tautan ini: Covid-19, New Normal, dan Krisis Properti (I)
Dalam menghadapi krisis yang dipicu Pandemi Covid-19, strategi dan pola kerja yang digunakan umumnya meliputi 3 tahapan, yakni tanggap darurat, upaya pemulihan, dan normalisasi.
Dalam tulisan ini, fokus utama saya lebih pada aspek ekonomi dan sektor properti. Untuk itu kita harus memahami terlebih dahulu krisis ekonomi yang terjadi saat ini berbeda bila dibandingkan dengan Great Depression 1929, Krisis Moneter 1997, dan Global Financial Crisis 2008.
Ketiga krisis ini bersumber dari krisis di sektor keuangan. Great Depression dan Global Financial Crisis berawal dari Amerika Serikat yang dipicu masing-amsing oleh kejatuhan pasar modal dan SubPrime Mortgage.
Sedangkan Krisis Moneter menghancurkan negara-negara di Asia Tenggara.
Karena sumber awalnya dari sektor keuangan, maka solusi utama adalah mengguyur sektor keuangan dengan likuiditas murah (quantitative ease). Terbukti, cara tersebut ampuh membangkitkan kembali sektor keuangan.
Namun, cara ini belum tentu sama jitunya jika diterapkan pada krisis akibat Covid-19. Karena krisis ini penyebab utamanya adalah virus atau aspek kesehatan yang memaksa kegiatan ekonomi terhenti.
Meski demikian, cakupan krisis ekonomi akibat Covid-19 ini sangat luas dan mendunia, sehingga dampaknya sangat berat.
Hal ini terlihat dari proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi dunia Tahun 2020 yang diperkirakan terkoreksi 630 basis poin menjadi minus 3 persen.
Untuk itu, pada tahapan Tanggap Darurat, fokus utama yang dilakukan adalah memastikan kegiatan ekonomi bisa kembali berjalan normal secara bertahap. Terutama menyangkut kebutuhan dasar dan sektor prioritas.