Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pertanahan Diklaim Pangkas Tumpang Tindih Pengelolaan

Kompas.com - 03/09/2019, 08:52 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Konsolidasi data pertanahan  diperlukan untuk mengurangi tumpang tindih pemanfaatan lahan.

Selama ini, tumpang tindih terjadi karena setiap kementerian/lembaga yang memiliki wewenang, mengeluarkan izin kelola masing-masing kepada pihak yang dinilai kompeten untuk mengelolaannya. 

"Ketika BPK mengundang sejumlah kementerian, melihat begitu banyaknya tumpang tindih, batas kawasan, batas izin, yang kalau di-overlay seperti baju batik. Kalau tidak ditata itu akan terjadi konflik tenurial (lahan)," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Himawan Arief Sugoto di Universitas Gajah Mada (UGM), Senin (2/9/2019).

Ia menjelaskan, dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan baru, tumpang tindih itu akan dikurangi namun tanpa memangkas wewenang pemberian izin dari masing masing kementerian/lembaga. 

Baca juga: RUU Pertanahan Disahkan 24 September 2019

"Tidak ada yang mengambil (wewenang) kementerian/lembaga lain. Yang baru yang kita introduce sistem administrasi pertanahan terpadu. Namun, dikarenakan kita pun tidak akan bisa mengukur dan memetakan seluruh wilayah, karena itu pola dan ukur sistemnya kita ubah," terang Himawan.

Himawan mengatakan, setiap kementerian/lembaga memiliki pola ukur berbeda-beda. Misalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggunakan basis data berdasarkan informasi kawasan.

Sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian ESDM, dan Kementerian Pertanian memakai sistem informasi kewilayahan yang diberikan izin pemerintah daerah. 

Kelak, dalam proses konsolidasi data yang dibutuhkan berupa kejelasan batas, mulai dari kawasan hingga wilayah administrasi.

Data tersebut kemudian akan dibuat sebuah peta terpadu seperti milik Kementerian ATR berbasis bidang tanah berskala 1:500.

Nantinya, skala akan ditentukan bersama menteri ATR dan menteri terkait agar sistem tersebut dikompilasi.

"Jadi kami hanya melakukan konsolidasi data, sehingga dengan basis data yang jelas, maka pengembangan yang tegas, one map policy lebih mudah direncanakan, konflik perbatasan bisa dikurangi. Ini sistem yang mana negara lain telah menerapkan single land administration system," pungkas Himawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau