Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Kecelakaan, Kontraktor "Overload" Pekerjaan?

Kompas.com - 23/02/2018, 16:19 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Setidaknya, ada dua faktor yang membuat maraknya kasus kecelakaan kerja terjadi. Pertama, masifnya proyek yang ada tidak ditunjang dengan jumlah ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang cukup.

Dari data Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang dikutip dari Tribunnews.com, diperkirakan Indonesia kekurangan tenaga insinyur mencapai 120.000 orang hingga lima tahun mendatang (2015-2019).

Persoalan ini pun diamini pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia Wicaksono Adi. Kekurangan tenaga teknis menjadi faktor utama maraknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi beberapa waktu terakhir.

Baca juga : Hanya 365.471 yang Ahli dari 8,1 Juta Tenaga Konstruksi Indonesia

"Kita secara nasional kekurangan tenaga teknis, maksudnya insinyur S1, D3 bersertifikat, atau lulusan SMK/STM yang sudah memenuhi syarat tertentu yang sudah tersertifikasi dan dibekali kemampuan tambahan," kata Wicaksono saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/2/2018).

Rencana pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur memang merupakan hal positif. Selain untuk meningkatkan daya saing nasional, pembangunan infrastruktur diperlukan untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain.

Tak heran bila sejak rezim pemerintahan berganti, pembangunan infrastruktur terus dipercepat dengan banyaknya program yang masuk ke dalam PSN.

"Itu bagus, tapi kebetulan momentum (kekurangan tenaga teknis) tersebut bertepatan dengan kebijakan pemerintah membangun infrastruktur," kata Wicaksono.

Ilustrasi.www.shutterstock.com Ilustrasi.
Pemerintah bukannya tinggal diam. Beberapa langkah ditempuh untuk mempercepat lahirnya tenaga teknis yang siap terjung ke lapangan.

Misalnya, dengan menambah slot kursi di perguruan tinggi khususnya fakultas teknik, serta menggandeng sejumlah asosiasi konstruksi terjun ke kampus guna memberikan bekal ilmu di lapangan.

Baca juga : Tenaga Konstruksi Indonesia Belum Siap Bersaing di Asia Tenggara

Langkah lain seperti menggandeng pemerintah daerah (pemda) untuk membuka balai latihan kerja (BLK) yang memberikan pelatihan khusus di bidang infrastruktur.

Namun, Wicaksono enggan menanggapi persoalan maraknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek yang digarap Waskita.

Hanya secara umum, menurut dia, banyak kontraktor nasional yang kurang memberikan perhatian lebih terhadap persoalan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan perusahaan yang bergerak di industri minyak dan gas, serta pertambangan.

"Di kita K3 itu is not a big issue bagi sejumlah kontraktor nasional," kata dia.

Pekerja mengerjakan pemasangan rel pada proyek pembangunan jalur layang  MRT di Jalan Panglima Polim Raya, Jakarta, Selasa (9/1). Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan fase I MRT Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 15,7 kilometer itu akan dilakukan uji coba pada Agustus 2018 dengan target pengoperasian pada Maret 2019. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama/18Hafidz Mubarak A Pekerja mengerjakan pemasangan rel pada proyek pembangunan jalur layang MRT di Jalan Panglima Polim Raya, Jakarta, Selasa (9/1). Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan fase I MRT Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 15,7 kilometer itu akan dilakukan uji coba pada Agustus 2018 dengan target pengoperasian pada Maret 2019. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama/18
Kondisi tersebut paling tidak terlihat dari rendahnya anggaran K3 di dalam sebuah proyek yaitu paling tidak 1,5 persen dari total nilai proyek.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau