Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Medan Asmat dan Upaya Mewujudkan Harapan

Kompas.com - 08/02/2018, 22:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Selain infrastruktur konektivitas, persoalan utama lainnya yang dihadapi masyarakat Asmat adalah sulitnya mendapatkan akses air bersih.

Pemerintah sebenarnya telah membangun Instalasi Pengelolaan Air (IPA) pada 2006 lalu. Namun kapasitasnya masih terbatas.

Tak heran bila kondisi tersebut dikeluhkan anak-anak hingga orang dewasa.

"Bapa kami butuh air bersih," pinta sejumlah anak-anak dalam video.

Meski demikian, dari sisi kualitas, air yang ditampung IPA telah memenuhi standar mutu kualitas sumber air baku. Meskipun, airnya berwarna coklat akibat tingginya kadar gambut.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah berencana membangun embung kecil yang bisa mengalirkan air berkapasitas 300 meter kubik per detik.

Embung dipilih lantaran curah hujan di sana cukup tinggi, yaitu mencapai 4.000 mililiter per tahun.

Di samping itu, juga akan dibangun sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) minimal tiga untuk setiap distrik. Setidaknya, ada 23 distrik yang terdapat di kabupaten itu.

Persoalan lain yang dihadapi masyarakat yaitu Kabupaten Asmat didominasi rawa. Sehari-hari masyarakat tinggal di rumah panggung yang memang cocok untuk kondisi di sana.

Sayangnya, masyarakat kurang teredukasi dengan baik tentang pentingnya menjaga kebersihan. Sedianya, rumah tersebut telah dilengkapi dengan kamar mandi. Namun, mereka justru lebih gemar buang hajat di hutan.

Kalaupun mereka memilih buang air di kamar mandi, septic tank yang ada tidak cukup memadai menampung kotoran mereka. Alhasil, bila pasang tiba, akan timbul persoalan lain.

Kondisi serupa, juga didapati di sekolah-sekolah serta rumah sakit yang terdapat di sana. Jumlah fasilitas kesehatan dan sekolah sangat terbatas. Belum lagi jumlah tenaga medis serta obat-obatan.

"(Anak saya) panas, beringus (dan) batuk sudah tiga hari. Belum (diperiksa dokter), masih (diminta) mengantri (oleh) suster," ungkap salah seorang penduduk.

Jembatan

Seorang ibu mendampingi anaknya Yakubus (kiri) saat perawatan di Aula Gereja Protestan, Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Senin (22/1/2018). Jumlah anak penderita gizi buruk dan campak yang dirawat sebanyak 85 orang diantaranya di RSUD Agats 40 anak dan 45 anak di aula gereja Protestan Indonesia.ANTARA FOTO / M AGUNG RAJASA Seorang ibu mendampingi anaknya Yakubus (kiri) saat perawatan di Aula Gereja Protestan, Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Senin (22/1/2018). Jumlah anak penderita gizi buruk dan campak yang dirawat sebanyak 85 orang diantaranya di RSUD Agats 40 anak dan 45 anak di aula gereja Protestan Indonesia.
Meski telah diketahui kawasan tersebut didominasi rawa, namun keberadaan jembatan penghubung adalah pemandangan yang langka.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau