Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini, Kendala Infrastruktur di Asmat

Kompas.com - 08/02/2018, 15:15 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui, penanganan kondisi luar biasa (KLB) di Kabupaten Asmat, Papua, bukanlah persoalan mudah.

Penetapan status KLB dilakukan setelah 72 orang meninggal dunia akibat kasus gizi buruk dan campak beberapa waktu lalu.

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto mengaku, telah turun ke Kabupaten Asmat untuk melihat langsung kondisi masyarakat di sana.

Dari 23 distrik yang ada di Asmat, ia bersama tim gabungan yang terdiri atas Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, serta Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan mengunjungi enam distrik di antaranya.

"Kami tim advance yang ditugaskan untuk melihat kondisi di sana. Karena masalah di sana adalah infrastruktur," ungkap Arie di kantornya, Kamis (8/2/2018).

Ia mengatakan, tantangan infrastruktur utama yaitu wilayahnya dikelilingi rawa-rawa. Selain itu, air bersih juga sulit didapatkan, karena endapan sedimentasinya mencapai 200 meter.

Meskipun sudah ada sumur bor yang diharapkan sebagai sumber air bersih masyarakat, namun air yang terdapat di dalamnya merupakan air payau.

Dijelaskan Arie, sebagai daerah rawa-rawa, perahu merupakan moda transportasi yang diandalkan masyarakat Asmat sehari-hari. Sebenarnya, sudah ada beberapa jembatan penghubung yang dibuat di sana.

Namun, jembatan itu terbuat dari kayu, sehingga mudah lapuk ketika terjadi pasang.

"Kami akan lengkapi di sana dengan jembatan gantung, serta jalan yang menuju ke rumah sakit. Jembatan di sana sebenarnya sudah ada, tapi sebagian besar sudah putus," ungkap Arie.

Persoalan lainnya yaitu buruknya kualitas fasilitas mandi cuci kakus (MCK), baik yang ada di rumah-rumah, puskesmas maupun sekolah. Kondisi itu diperparah terutama terjadi pasang air laut.

Untuk itu, Kementerian PUPR menyiapkan sistem MCK yang jauh lebih baik dari pada yang ada saat ini.

Sistem MCK yang baru dipastikan juga akan bebas maintenance serta memiliki septic tank yang paling tidka dapat dimanfaatkan selama dua tahun.

"Setelah itu diganti modular dengan teknologi yang tepat guna. Ini sekaligus untuk menjalankan Program Padat Karya," imbuh Arie.

Nantinya, ia menambahkan, masyarkat akan mendapatkan pendampingan selama setahun setelah seluruh proyek rampung.

Pendampingan diberikan agar bila terjadi persoalan di kemudian hari, masyarakat dapat memperbaikinya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com