KompasProperti– Menghias dekorasi Natal di Jalan Oxford, London, telah menjadi ritual tahunan menyenangkan bagi peritel Inggris. Namun, libur akhir tahun ini justru berbeda. Kecemasan dan kegamangan masa depan tengah menghantui pikiran mereka.
"Peritel pada tahun ini lebih paranoid daripada biasanya," cetus Keith Richardson, Kepala Bagian Ritel Lloyds Bank, seperti dikutip laman CNBC, Rabu (8/11/2017).
Saban hari, peritel masih berharap liburan akhir tahun menjadi pelepas dahaga atas paceklik ritel dewasa ini. Pada akhir tahun, volume penjualan lazimnya bakal meningkat dan berimbas pada perbaikan kinerja tahunan mereka.
“Akan tetapi, tahun ini ada situasi yang mengganjal. Ada kegamangan yang membuat peritel sulit membuat perencanaan,” sambung Richardson.
Baca juga: Inikah Awal Runtuhnya Kedigdayaan Ritel Amerika Serikat?
Laju inflasi negeri Ratu Elizabeth menyentuh level tertinggi sejak lima tahun terakhir pada bulan September 2017. Hal itu didorong oleh kenaikan harga makanan dan transportasi. Indeks harga konsumen (CPI) meningkat 3 persen atau rekor tertinggi sejak 2012 lalu.
Pertumbuhan upah mengalami stagnasi serta efek Brexit menimbulkan ketidakpastian publik untuk membelanjakan uangnya, terutama bila menyangkut barang berharga premium seperti mobil.
Data yang dirilis pekan lalu menunjukkan, penjualan ritel di negeri Big Ben merosot pada bulan Oktober karena konsumen memilih pengalaman wisata (leisure) dibandingkan berbelanja.
Cuaca yang relatif hangat dipandang menjadi sebuah alasan mengapa konsumen menahan koceknya untuk mendapatkan pakaian baru.
“Meski begitu, secara keseluruhan daya beli konsumen telah menurun dibandingkan tahun lalu. Hal itu disebabkan percepatan laju inflasi yang menggerus keyakinan pembeli untuk megeluarkan uangnya,” papar Helen Dickinson, Chief Executive British Retail Consortium.
Pertaruhan
Bagaimana pun kondisi lesunya ritel tahun ini, musim liburan akhir tahun tetap menjadi momen krusial untuk menggenjot laporan keuangan peritel.
Menyadari hal itu, Marks and Spencer berjuang keras untuk memikat konsumen agar berkunjung ke toko mereka. Sebuah strategi anyar telah coba diterapkan oleh mereka dengan menjual boneka Paddington.
Baca juga: Curi Momen, “Marks and Spencer” Sukses Jual 15.000 Boneka Paddington
Selain Marks and Spencer, peritel Next juga tengah berjibaku untuk memperbaiki omzet penjualannya.
"Jika peritel melewatkan momen Natal dengan buruk, mereka tahu hal lebih sulit bisa terjadi pada kuartal pertama 2018. Namun, apabila mereka dapat memanfaatkan momentum baik selama akhir tahun, masa indah tersebut bisa berlanjut hingga tahun baru,” pungkas Richardson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.