Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Tak Ramah Pejalan Kaki Itu Bernama Jakarta...

Kompas.com - 21/08/2017, 17:47 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Trotoar. Sejatinya, tempat tersebut disediakan pemerintah dan diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin berjalan kaki. Namun tidak demikian yang terlihat di Jakarta.

Dita Wahyunita (24), seorang analis pemasaran, memiliki beragam alasan mengapa dirinya tidak bersedia berjalan di trotoar yang disediakan.

Mulai dari trotoar rusak, penutup selokan yang hilang, kabel listrik terbuka, hingga banyaknya pengendara sepeda motor yang secara agresif menyerobot jalur yang diperuntukkan bagi pejalan kaki itu.

"Saya memiliki beragam alasan, mengapa saya merasa tidak aman ketika berjalan di trotoar. Di sini, trotoar sangat mengerikan, berbeda dengan negara lain yang memiliki trotoar lebar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki," kata Dita seperti dikutip dari The New York Times.

Dalam penelitian yang dilakukan Stanford University, Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Adapun jumlah pejalan kaki setiap harinya hanya sekitar 3.513.

Di urutan pertama, terdapat Hong Kong dengan 6.880 dan China pada urutan kedua dengan 6.189. Sedangkan Ukraina, Jepang dan Rusia menempati urutan lima besar.

Penelitan tersebut melibatkan 717.000 orang di 111 negara, yang secara sukarela memantau 68 juta aktivitas dengan menggunakan sebuah aplikasi yang terpasang pada smartphone dan smartwatch mereka.

Aplikasi tersebut didesain peneliti Stanford, dan sekaligus menjadi penelitian terbesar yang pernah ada.

Setiap tempat memerlukan setidaknya 1.000 orang partisipan untuk dimasukkan dalam peringkat laporan.

Jakarta sendiri merupakan sebuah kawasan urban yanng dihuni lebih dari 10 juta jiwa. Sedangkan, untuk kawasan metropolitannya yang dihuni sekitar 30 juta jiwa, menjadi gambaran poster kesengsaraan dalam berjalan di kawasan ibu kota itu.

Hanya 7 persen dari total jalan sepanjang 4.500 mil atau sekitar 7.200 kilometer yang memiliki trotoar, berdasarkan data pemerintah daerah.

"Jakarta sebetulnya merupakan kota menarik dimana membutuhkan banyak kegiatan untuk aktif," kata Tim Althoff, seorang kandidat doktor asal Jerman di bidang ilmu komputer di Stanford, yang juga sekaligus ketua tim peneliti yang beranggotakan enam orang itu.

"Trotoar yang buruk dengan sepeda motor yang berada di atasnya. Sebetulnya sudah jelas apa yang sebenarnya dapat dilakukan agar orang-orang bisa mendapatkan haknya kembali. Dan juga tidak mengejutkan jika tidak banyak orang yang bisa berjalan di atasnya," lanjut dia.

Althoff juga mencatat, bahwa kualitas udara di Jakarta buruk. Sehingga, membuat para pejalan kaki merasa cukup kepanasan. Bahkan, di beberapa wilayah, tingkat polusi udara melebihi ambang batas yang ditetapkan Badann Perlindungan Lingkungan AS, yaitu 'tidak sehat'.

"Sampai pada titik manakah orang mennyerah akibat kualitas dan suhu udara?" kata Althoff.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau