Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Polemik, Ini Penjelasan Maarif Institute tentang Indeks Kota Islami

Kompas.com - 31/05/2016, 07:38 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil penelitian Indeks Kota Islami (IKI) yang dilansir 17 Mei lalu menuai polemik. Pro dan kontra terus bermunculan di media cetak dan daring, mulai dari dukungan, kritik, tuduhan hingga suara-suara sumbang.

Baca: Yogyakarta, Bandung, dan Denpasar Jadi Kota Paling Islami

Untuk itu, Direktur Maarif Institue Ahmad Imam Mujadid Rais mengapresiasi respon publik, termasuk sikap ddan pikiran terbuka beberapa wali kota atas hasil IKI tersebut.

"Risiko jika ada kritikan bahkan gugatan sejauh disampaikan secara proporsional," ujar Ahmad dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (30/5/2016).

Namun Ahmad menyayangkan, banyak pihak yang salah memahami IKI, sehingga arah kritiknya tidak tepat. 

Secara kelembagaan, Maarif Institute sebagai pihak yang merilis hasil IKI perlu menjelaskan beberapa hal-hal yang menjadi sumber polemik.

Baca: Kota Islami, Kota yang Aman, Bahagia, dan Sejahtera

Menurut Ahmad, ada tiga isu yang perlu digarisbawhi agar publik terinformasi secara baik. 

Pertama, IKI adalah Indeks tentang kota, dan bukan survey kepada masyarakat. Pada umumnya kritik muncul karena mengganggap penelitian ini sekaligus meneliti masyarakat yang tinggal di kota tersebut.

“Indeks ini meneliti kota sebagai unit analisisnya, bukan masyarakat. Oleh karena itu, IKI ini tidak meneliti perilaku ritual masyarakat, aspek spiritual serta ideologis mereka. Penelitian ini hanya fokus di tingkat kota, pada ranah kebijakan dan implementasinya," terang Ahmad.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA Pengunjung berfoto dengan latar belakang Teras Cikapundung, Kota Bandung, Minggu (10/1). Taman kota menjadi tempat favorit bagi warga Bandung pada akhir pekan.
Kedua, persoalan definisi Islam dan islami. Penelitian ini ingin melihat bagaimana nilai-nilai Islam diaplikasikan dalam penyusunun berbagai aturan dalam kehidupan kota.

Nilai-nilai Islam seperti apa? Islam agama rahmatan lil ‘alamin. Sebagai agama rahmat, Islam harus memberi kebaikan dan perubahan nyata.

Untuk itu, Islam harus membawa perubahan dan kemajuan peradaban seperti tercantum dalam Al Quran surat Al Maidah Ayat 3; agama dan nikmat yang sempurna.

Islam sebagai agama harus membawa perubahan nyata berupa keadaan baik dan memuliakan manusia. 

“Beberapa diskusi kami dengan para ahli tafsir terkait definisi kota islami merujuk pada variabel Aman, Sejahtera dan Bahagia. Dari ketiga variabel ini, diturunkan ke dimensi dan indikator-indikator yang telah dipilah dengan metode maqashid shariah tadi. Metode ini telah berkembang secara keilmuan," jelas Ahmad.

Ketiga, persoalan pilihan variabel atau indikator. Dalam penentuan variabel dan indikator, umumnya para pengkritik fokus pada definisi kerja Kota Islami versi Maarif Institute.

Publik umumnya menganggap variabelnya tidak komprehensif, dan mempertanyakan tidak memasukkan unsur ibadah, kepemimpinan, kejujuran pemimpin, dan lingkungan hidup.

Terkait hal ini, Ahmad menuturkan, bila ditilik lebih dalam, indikator-indikator tersebut jelas ada di dalam penelitian ini. Pemilihan indikator ini menggunakan metode maqasid shariah.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Wisatawan asing melewati Jalan Rotowijayan saat menikmati pemandangan Kota Yogyakarta dari atas becak, Rabu (1/8/2012).
Dalam memahami maqashid shariah ini pun menggunakan perspektif maqashid kontemporer yang bernuansa pengembangan aatau tanmiyah (development) dan pemuliaan hak-hak assai dibanding maqashid yang bernuansa penjagaan atau protection, dan pelestarian atau preservation.

Penggunaan metode kontemporer ini akan mendorong isu pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu tema bagi kemaslahatan publik masa kini.

Ahmad mencontohkan, hifdz Din, yang menurutnya tidak sekadar diartikan sebagai menjaga agama dalam arti sempit. Namun diperluas maknanya dalam arti kebebasan menjalankan agama bagi siapa pun tanpa harus mengalami diskriminasi dan hate speech.

"Kami juga mengkaji ketersediaan tempat ibadah di tiap-tiap kota bagi masing-masing agama sebagai salah satu bentuk kebebasan beragama," tambah Ahmad.

Demikian pula hifdz Aql, tidak sekadar melarang minuman beralkohol atau miras. Namun dikembangkan dalam arti bagaimana komitmen membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi generasi muda, memberi beasiswa bagi yang tidak mampu, serta realisasi anggaran pendidikan yang adi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com