Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catat, Harga Properti Tak Pernah Turun!

Kompas.com - 03/04/2016, 16:05 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

"Belanja pemerintah di sektor infrastruktur menjadi stimulus perkembangan kawasan yang dilintasinya," kata Indra.

Dia mencontohkan, Podomoro Golf View yang dilansir akhir tahun lalu diserbu pembeli. Harganya yang saat itu dibanderol Rp 298 juta kini melesat menjadi Rp 350 juta di pasar seken. 

"Podomoro Golf view memang standarnya rumah susun milik (rusunami), namun transaksi di pasar seken terhitung tinggi. Saya dapat informasi ini dari para pemasar perantara," terang Indra.

Hal senada dikatakan CEO Strategic Development & Services Sinarmas Land, Ishak Chandra.

Dia mengatakan, potensi pasar properti di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Mengutip CIA World Facts Book, populasi produktif atau di bawah 30 tahun sebanyak 50 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 255 juta jiwa.

Sementara kalangan yang termasuk middle affluent class (MAC) yang punya kemampuan membelanjakan uangnya senilai lebih dari Rp 2 juta per bulan tercatat 74 juta pada 2012 lalu.

"Merekalah yang sekarang sangat membutuhkan rumah yang sayangnya belum bisa terpenuhi dengan pasokan yang ada," tambah Ishak.

Jumlah ini melonjak menjadi 141 juta pada 2020 nanti menurut Boston Consulting Group. Hanya dalam kurun delapan tahun, populasi kelas dengan daya konsumsi tinggi ini meningkat dua kali lipat.

shutterstock Ilustrasi.
"Bayangkan, betapa besar potensi pasar properti kita. Sementara backlog masih tinggi sekitar 13,5 juta unit. Jumlah ini terus berlipat karena dari total kebutuhan 800.000 unit per tahun, hanya separuhnya yang terpenuhi atau 400.000 unit," terang Ishak.

Mudah dimafhumi jika kemudian, harga properti terus memperlihatkan pertumbuhan. Bahkan Ishak berani menjamin, harga properti tak akan pernah turun. Saat krisis multidimensi 1997/1998 pun tak ada yang melepas properti di bawah angka permintaan pasar.

"Semakin tinggi kebutuhan yang tidak sebanding dengan penawaran, kian tinggi harganya. Ini hukum ekonomi kok," tandas Ishak.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau