BOGOR, KOMPAs.com - "Meskipun lokasinya jauh dari pusat kota, saya tetap membeli rumah ini untuk investasi. Beli properti tak pernah rugi, karena harganya gak pernah turun, terus naik".
Simon Hasibuan, warga Babelan Bekasi mengungkapkan alasannya berburu properti hingga ke daerah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, kepada Kompas.com, Sabtu (2/4/2016).
Simon mengaku membeli dua unit rumah sekaligus di perumahan yang dikembangkan oleh Mekar Agung Sejahtera Group (MAS) tersebut.
Harganya memang terjangkau yakni Rp 133 juta per unit untuk rumah tipe 32/60,5 meter persegi. Baca: Rumah Dua Kamar Tidur di Bogor Hanya Rp 133 Juta
Dengan harga semurah itu, Simon harus merogoh kocek Rp 266 juta. Baginya, uang sebesar itu tidak harus dikeluarkannya sekaligus.
Simon memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) yang disediakan Bank BTN dengan suku bunga lima persen dan tenor 10 tahun.
"Jadi, tiap bulan saya mencicil hanya Rp 1,3 juta untuk satu rumah atau Rp 2,6 juta per bulan untuk dua rumah. Sangat ringan," kata dia.
Simon berkisah, awal persentuhannya dengan investasi properti adalah ketika dia membeli rumah seken di kawasan Pademangan, Jakarta Utara, pada 1991.
"Dulu saya beli rumah itu hanya Rp 95 juta. Kini ditaksir orang, nilainya Rp 1,2 miliar. Saya tidak lepas, karena rumah ini menyatu dengan kios yang saat gunakan sebagai tempat jualan baju, sepatu dan barang kebutuhan lainnya," papar Simon.
Setelah melepaskan diri dari profesi sebagai tukang pikul, Simon kemudian membeli satu unit rumah lagi di kawasan Babelan, Bekasi, pada 2005 lalu.
Rumah ini dibelinya dengan harga Rp 265 juta. Saat ini, harganya sudah meroket menjadi Rp 800 juta.
Hanya melambat
"Di manapun lokasinya, kalau sudah berkembang pasti harga propertinya ikut naik," tambah Simon.
Hingga saat ini, lelaki berkulit legam tersebut telah memiliki lima aset properti dengan total nilai Rp 5 miliar.
Prinsip hidup Simon dalam memutuskan berinvestasi properti mendapat pembenaran dari para pelaku usaha atau pengembang.
Menurut Vice President Corporate Marketing PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) Indra W Antono, berinvestasi properti adalah pilihan tepat. Aset memang tak bergerak, namun harganya selalu meningkat dari tahun ke tahun.
"Walaupun ekonomi melambat hanya 4,8 persen tahun lalu, tapi harga properti tumbuh 10-15 persen. Pertumbuhan ini sedikit melambat dibanding tahun 2012-2013 lalu yang bisa mencapai 20-30 persen," ujar Indra kepada Kompas.com, Minggu (3/4/2016).
Kenaikan harga properti, jelas Indra, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama dan terutama adalah pertumbuhan populasi. Laju pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan laju pertambahan rumah.
Karena itu, permintaan akan rumah selalu ada dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya permintaan inilah yang membuat harga rumah terus melonjak.
Kedua, tambah Indra, adalah perkembangan kawasan di lokasi perumahan tersebut yang dipicu perbaikan atau peningkatan peembangunan infrastruktur.
"Belanja pemerintah di sektor infrastruktur menjadi stimulus perkembangan kawasan yang dilintasinya," kata Indra.
"Podomoro Golf view memang standarnya rumah susun milik (rusunami), namun transaksi di pasar seken terhitung tinggi. Saya dapat informasi ini dari para pemasar perantara," terang Indra.
Hal senada dikatakan CEO Strategic Development & Services Sinarmas Land, Ishak Chandra.
Dia mengatakan, potensi pasar properti di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Mengutip CIA World Facts Book, populasi produktif atau di bawah 30 tahun sebanyak 50 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 255 juta jiwa.
Sementara kalangan yang termasuk middle affluent class (MAC) yang punya kemampuan membelanjakan uangnya senilai lebih dari Rp 2 juta per bulan tercatat 74 juta pada 2012 lalu.
"Merekalah yang sekarang sangat membutuhkan rumah yang sayangnya belum bisa terpenuhi dengan pasokan yang ada," tambah Ishak.
Jumlah ini melonjak menjadi 141 juta pada 2020 nanti menurut Boston Consulting Group. Hanya dalam kurun delapan tahun, populasi kelas dengan daya konsumsi tinggi ini meningkat dua kali lipat.
Mudah dimafhumi jika kemudian, harga properti terus memperlihatkan pertumbuhan. Bahkan Ishak berani menjamin, harga properti tak akan pernah turun. Saat krisis multidimensi 1997/1998 pun tak ada yang melepas properti di bawah angka permintaan pasar.
"Semakin tinggi kebutuhan yang tidak sebanding dengan penawaran, kian tinggi harganya. Ini hukum ekonomi kok," tandas Ishak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.