Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"RI Satu" Terharu, Gubuk Reyotnya Diganti Baru...

Kompas.com - 23/09/2015, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com — "'RI Satu' silakan maju ke depan," ujar pemandu acara memanggil dengan intonasi suara dan artikulasi jelas. Seorang lelaki paruh baya berpeci miring dan berbaju koko kemudian beranjak dari tempat duduknya.

Dia berjalan perlahan menuju panggung acara. Dengan sikap malu-malu, lelaki berusia 78 tahun itu diperkenalkan oleh pemandu acara sebagai "RI Satu". Sontak para tamu undangan dan penduduk Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, bertepuk tangan riuh.

Sebutan "RI Satu" diberikan kepada penerima bantuan rumah instan sederhana sehat perdana hasil pengembangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk atau RISHA-Indocement (RI), Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Habitat for Humanity. Adapun penerima kedua, ketiga, dan seterusnya hingga mencapai ke-11 dijuluki "RI 2"-"RI 11".

Siapa "RI Satu" ini? Dialah Sarmin. Mengenal lebih dekat Sarmin sama halnya dengan menyelami makna perjalanan panjang dan perjuangan hidup. Kerutan kasar yang menyapu paras, dan kulit legamnya, adalah gambaran sempurna dari perjalanan panjang dan perjuangan hidup itu.

Hilda B Alexander/Kompas.com PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Habitat for Humanity melaksanakan pembangunan perdana 11 rumah instan sederhana sehat (RISHA-Indocement) di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Selasa (22/9/2015).
Sarmin yang beristri Unah adalah warga penerima bantuan RI. Sebelumnya, rumah mereka ini dinilai tidak layak huni oleh relawan Habitat for Humanity. Dindingnya terbuat dari bilik (anyaman bambu) yang sudah lapuk dan bolong di sana-sini. Sarmin dan Unah menutupi bolong tersebut dengan kain bekas spanduk produk perumahan dan juga poster-poster para kandidat wakil rakyat.

Lantainya pun masih beralas tanah kasar dengan permukaan tidak rata. Demikian halnya dengan dapur yang hitam penuh jelaga, area itu hanya disekat oleh kain lusuh sebagai pembatas. Untuk fasilitas sanitasi serta keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK), mereka memanfaatkan toilet mushala dekat rumah.

Setiap malam, Sarmin dan Unah bercengkerama dalam gelap sebelum menjemput lelap. Aliran listrik sudah lama tidak mampir ke rumah yang mereka sebut "gubuk reyot" ini. 

"Kalau hujan, kami repot. Genteng pada bocor. Terpaksa ditutup pake plastik. Semalam hujan, emak dan bapak enggak bisa tidur," kata Unah kepada Kompas.com, seusai berpose bareng beserta "penerima RI" lainnya, Selasa (22/9/2015).

Hilda B Alexander/Kompas.com Kondisi rumah warga Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten. Dinding terbuat dari anyaman bambu atau bilik, lantai tanah, tak ada fasilitas sanitasi, dan genteng bocor, Selasa (22/9/2015).
Penderitaan tidak berhenti sampai di situ. Bunyi berderit dari perut-perut kosong adalah alunan nada yang menemani mereka menghabiskan malam. Itulah keseharian Sarmin dan Unah yang sudah hidup bersama selama lebih dari separuh abad ini.

Namun, mereka bukanlah manusia-manusia manja yang hidup hanya menadah belas kasih. Keduanya adalah pekerja keras dan juga sangat tahu cara menyukuri nikmat serta berterima kasih kepada Tuhannya.

Sarmin berkisah, pagi-pagi sekali, seusai shalat subuh, dia dan istrinya pergi ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanjung Anom. Keduanya membersihkan makam dari rerumputan liar dan daun-daun berguguran, membuang sampah, dan mengelap batu-batu nisan agar kembali mengilap.

Mereka tak mengantongi uang, melainkan bahan kebutuhan sebagai upah yang diberikan ahli waris yang keluarganya dimakamkan di TPU tersebut. Itu pun tak mereka terima setiap hari. 

Hilda B Alexander/Kompas.com Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) buatan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berbasis teknologi knock down dirancang secara modular.
Sebelum dzuhur, keduanya kembali ke rumah untuk beristirahat. Bila ada tambahan rezeki, Unah masak nasi dan ikan asin sehingga mereka bisa menyantap makan siang selepas shalat. Sebaliknya, bila tak ada tambahan penghasilan, mereka tetap bersyukur masih bisa makan nasi kendati hanya berlauk garam.

Bahkan, sering mereka tidak makan sama sekali. Sebagai gantinya, mereka mengaji di atas dipan beralas tikar yang juga difungsikan sebagai tempat tidur.

Satu-satunya rezeki yang mereka anggap paling sempurna dan mengalahkan rezeki lainnya adalah perlengkapan shalat. Mukena, sajadah, baju koko, dan peci mereka rawat agar dapat digunakan kembali. 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau