"Itu saja sudah rezeki, Neng. Emak dan bapak mah enggak apa-apa, yang penting masih bisa shalat. Kadang kalau emak ketiduran atau capek, bapak suka marahin emak karena telat shalat," kata Unah sambil menepuk-nepuk pundak suaminya.
Kurang dari dua jam
Sarmin dan Unah bukanlah satu-satunya keluarga yang hidup di gubuk reyot. Menurut National Director Habitat for Humanity James Tumbuan, ada 500 kepala keluarga yang pantas mendapat bantuan rumah layak huni di lima desa di Kecamatan Mauk ini.
"Selain Desa Tanjung Anom, empat lainnya adalah Desa Kedung Dalam, Desa Marga Mulya, Desa Gunung Sari, dan Desa Sasak," ungkap James.
Meskipun hanya berjarak kurang dua jam dari ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta, kata James, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih ada masyarakat yang hidup sangat tidak layak, baik tidak layak dalam hal pemenuhan papan maupun sandang dan pangan.
Mudah dipahami jika Sarmin dan Unah sangat antusias dan mengekspresikan kebahagiaannya mendapat bantuan rumah permanen layak huni ukuran 36 meter persegi. Mereka terus menebar senyum dan tepuk tangan gembira tatkala nama mereka disebut-sebut pemandu acara.
"Emak senang. Nanti tidur enggak kebocoran lagi," tandas Unah dengan mata berkaca-kaca seraya tetap tersenyum seolah ingin berbagi kebahagiaan dengan siapa saja yang dijumpainya.