Demikian dipaparkan Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia, Todd Lauchlan kepada Kompas.com, Kamis (29/8/2013).
"Lonjakan kebutuhan domestik, dan perusahaan asing (multinasional) adalah pendorong kuat pertumbuhan permintaan dan harga," ujarnya.
Perusahaan-perusahaan tersebut, terutama yang bergerak di sektor keuangan (perbankan dan asuransi), sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, minyak dan gas), jasa konsultasi (hukum dan pajak) serta konstruksi, berkontribusi terhadap kinerja ruang perkantoran.
Meroketnya harga perkantoran dengan pertumbuhan lebih dari 30 persen, lanjut Todd, sudah terjadi sejak 2010. Harga permintaan (asking price) pada 2010 mencapai Rp 18 juta-Rp 20 juta per meter persegi. Setahun kemudian melonjak menjadi Rp 22 juta-Rp 25 juta per meter persegi. Tahun 2012 meningkat lagi menjadi Rp 25 juta-Rp 40 juta per meter persegi, hingga saat ini posisi transaksi berada pada level Rp 35 juta-Rp55 juta per meter persegi.
Pertumbuhan harga perkantoran di Jakarta masih akan terus berlanjut hingga mencapai angka maksimal Rp 70 juta per meter persegi tahun depan. Meski terus tumbuh, namun masih rendah bila dibandingkan dengan harga perkantoran di kota-kota kawasan Asia Pasifik lainnya seperti Singapura, Hong Kong, Mumbai, Tokyo dan Sydney. Jakarta hanya unggul dari Kuala Lumpur.
"Sampai akhir 2013 pasar tetap kuat karena pertumbuhan ekonomi masih positif yang dipicu tingginya tingkat investasi asing dan domestik. Demikian juga dengan prospek pada 2014, Jakarta masih menarik untuk investasi," ujar Todd.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.