Menurut catatan Leads Property Indonesia, ada fenomena menarik yang terjadi di tahun ular air ini. Pasar properti tidak hanya diramaikan oleh kiprah pengembang lokal, namun juga investor asing. Hal ini terindikasi dari realisasi investasi penanam modal asing (PMA) yang mencapai 491,9 juta dollar AS atau setara Rp 5,7 triliun selama tiga kuartal.
CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, mengungkapkan, ada banyak investor asing melalui lembaga investasi yang menjalin kerjasama dengan pengembang Indonesia. Mereka agresif membidik mitra strategis untuk mengembangkan properti di sini.
"Jika digabungkan dengan realisasi investasi penanam modal dalam negeri (PMDN) akan mencapai lebih dari Rp 10 triliun," ujar Hendra kepada Kompas.com, Sabtu (7/12/2013).
Sementara data resmi Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM) realisasi investasi yang berasal dari PMA dan PMDN di sektor properti hingga Oktober 2013 mencapai Rp 7,4 triliun.
Selain itu, tercipta juga rekor transaksi besar (major transaction) berupa pembelian lahan maupun gedung di pusat bisnis terpadu (central business district/CBD) Jakarta maupun pembelian lahan di luar kota, seperti kawasan pinggiran Tangerang Selatan.
Secara umum, sektor perkantoran (office) memperlihatkan pertumbuhan paling tinggi khususnya dari sisi harga sewa yang selama beberapa tahun terakhir bisa mengalami kenaikan sebesar 20 persen hingga 40 persen per tahun. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan ruang perkantoran sehubungan dengan ekspansi dan relokasi perusahaan di tengah terbatasnya pasokan kantor, khususnya di segmen Grade A.
Sementara sektor residensial (baik perumahan maupun kondominium), tak kalah agresif karena segmennya sangat luas. Khususnya residensial kelas menegah atas yang pada umumnya habis terjual dalam jangka waktu yang singkat, bahkan dalam hitungan hari saja.
Dalam hal pembangunan, pada umumnya, didominasi oleh pengembang lawas yang berekspansi karena mereka memiliki lahan sejak lama sehingga dapat mengendalikan peruntukan, pembangunan hingga harga jual.
"Menariknya, harga jual yang pertumbuhannya tertinggi terjadi pada properti kelas menengah atas yang didominasi oleh investor. Sementara untuk segmen menengah bawah, harga tidak begitu mengalami kenaikan karena konsumennya adalah end user," tandas Hendra.
Tahun 2013 juga diwarnai dengan kenaikan tarif BBM pada Juni lalu yang memengaruhi harga material bangunan menjadi sekitar 10 persen lebih tinggi. Pada gilirannya, harga properti pun mengalami penyesuaian.
Isu BBM memang sempat membuat pertumbuhan harga pada kuartal II tahun ini sedikit melemah, namun pasar properti tetap dapat melaju kembali dengan tingkat optimisme tinggi. Hanya, akselerasi tidak secepat yang terjadi pada tiga bulan pertama.
Kendala lain yang dihadapi menjelang penghujung tahun ini adalah kenaikan suku bunga Bank Indonesia menjadi 7,50 persen yang mendorong melonjaknya suku bunga KPR/KPA. Terlebih, depresiasi nilai tukar uang Rupiah terhadap Dollar mampu menghambat pertumbuhan sektor properti lebih pesat lagi.
Khusus pelemahan Rupiah, pengaruhnya terhadap ongkos konstruksi proyek properti komersial, sangat signifikan, karena beberapa material masih diimpor dari mancanegara. Material tersebut antara lain elevator, lift, mekanikal dan elektrikal serta furnitur.
"Faktor-faktor tersebut memaksa pengembang menghitung ulang margin dan bahkan sampai menunda proyek mereka. Setidaknya sampai kondisi Rupiah stabil," imbuh Hendra.