JAKARTA, KOMPAS.com — Kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 7,5 persen menyebabkan kondisi pasar perumahan mengalami perlambatan. Indonesia Property Watch (IPW) memperkirakan, dalam 1 bulan ke depan, mulai terjadi penurunan penjualan perumahan, terutama untuk segmen menengah ke bawah.
Pada awal Desember 2013 ini, banyak bank menaikkan suku bunga KPR menjadi di atas 10,5 persen. BCA misalnya, sejauh ini masih bertahan dengan mematok suku bunga fixed 2 tahun sebesar 8,5 persen. Meski demikian, IPW memperkirakan bahwa semua bank akan terus menyesuaikan suku bunganya hanya dalam jangka waktu 2 bulan ke depan.
"Diperkirakan antara BI Rate dan suku bunga KPR terdapat perbedaan minimal 3 persen sehingga suku bunga KPR menjadi minimal 10,5 persen," kata Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (4/12/2013).
Ali mengatakan, berdasarkan riset IPW tercatat bahwa setiap kenaikan 1 persen suku bunga KPR akan menurunkan 4 sampai 5 persen pangsa pasar KPR. Dengan kondisi bunga KPR dahulu rata-rata 8,5 persen menjadi 10,5 persen, lanjut Ali, dimungkinkan terjadi penurunan pangsa pasar KPR sebesar 10 persen sampai 12,5 persen.
"Ini belum ditambah penundaan pembelian akibat melambatnya ekonomi yang akan menggerus daya beli masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya aturan LTV dan pengetatan KPR inden dari Bank Indonesia sehingga diperkirakan tahun depan akan terjadi penurunan sampai 25 persen," ujar Ali.
Sedikit mengganggu
Ali mengatakan, tinggi rendahnya suku bunga seharusnya tidak menjadi permasalahan serius bila masyarakat menggunakan KPR dalam pembelian rumah. Dengan demikian, masyarakat mencicil dalam jangka waktu yang panjang, yaitu 10 sampai 15 tahun.
"Dengan jangka waktu tersebut, kita juga dimungkinkan mendapatkan suku bunga KPR yang rendah ketika siklus properti sedang naik," kata Ali.
Ali menambahkan, hasil riset yang dilakukan, kapan pun masyarakat membeli properti, ketika suku bunga tinggi atau rendah, secara rata-rata masyarakat akan membayar bunga sebesar 10 persen sampai 11 persen dalam periode KPR.
"Yang sedikit terganggu kala kita membeli properti pada saat suku bunga KPR tinggi adalah daya cicil kita saat ini. Selain itu, melambatnya siklus ekonomi juga akan menggerus daya beli. Inilah yang membuat masyarakat sedikit banyak menunda pembelian rumah," kata Ali.
Namun, Ali melanjutkan, hal yang juga perlu dipertimbangkan saat ini adalah harga rumah yang ada tidak bisa menunggu sampai suku bunga rendah lagi. Ali berani memastikan bahwa harga rumah akan terus naik.
"Sangat disayangkan, Pemerintah Indonesia saat ini belum memiliki sistem perumahan nasional yang baik untuk dapat mengendalikan harga tanah untuk perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," ujar Ali.
Menurut dia, harga rumah untuk MBR seharusnya mendapatkan proteksi dari pemerintah agar terjangkau. Meskipun pemerintah memiliki program FLPP untuk rumah MBR dengan suku bunga tetap 7,25 persen selama 15 tahun, sampai saat ini jumlahnya tidak terserap dengan baik.
"Terjadi mis and match pasar perumahan yang semakin lama semakin lebar. Sebagus apa pun program perumahan yang dibuat pemerintah, bila di sisi pasokan tidak ada pengembang yang membangun karena harga produksi tinggi, maka sampai kapan pun masyarakat MBR tidak sanggup untuk memiliki rumah," tekan Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.