Bahkan, riset Cushman and Wakefield, menunjukkan bahwa Ibukota Indonesia ini memimpin pertumbuhan pasar perkantoran global selama dua tahun berturut-turut!
Dengan lonjakan harga lebih dari dua kali lipat ketimbang pencapaian 2011, pasar perkantoran Jakarta juga dinilai sebagai paling panas di Asia.
Pertumbuhan harga sewa perkantoran Jakarta tercatat 30 persen. Jauh di atas pencapaian kota-kota dunia lainnya seperti Dublin sebesar 13% dan Boston 10% yang berada di peringkat kedua dan ketiga. Secara keseluruhan, ketiga kota teratas ini diprediksi akan memimpin pertumbuhan tarif sewa hingga 2015 mendatang.
Di peringkat berikutnya, terdapat San Francisco 8%, London 7,5%, Singapura 6,5%, Tokyo 6%, Seattle 5,5%, Manila 5,5% dan New York 5%, menggenapi 10 kota utama dunia.
Cushman and Wakefield merekam, bahwa pasar perkantoran global akan membukukan pertumbuhan yang stabil pada 2014. Pertumbuhan karena fundamental yang lebih kuat akan berlanjut pada 2015 mendatang lantaran optimisme pasar dan keyakinan baru dalam keuntungan bisnis.
Sempat melorot
Beberapa konsultan properti mencatat, sektor perkantoran Jakarta memang mencapai puncaknya pada tiga tahun terakhir. Meski demikian, bukan berarti tak terjadi penurunan sama sekali. Sektor perkantoran bahkan sempat melorot pada kuartal II 2013.
Hasil riset Colliers International Indonesia menunjukkan per Juli-September lalu, ruang perkantoran yang terserap hanya seluas 111.000 meter persegi. Padahal kuartal sebelumnya sebanyak 300.000-400.000 m2 ruang kantor yang terserap.
Menurut Director Office Services Colliers International Indonesia, Bagus Adikusumo, penurunan permintaan terjadi pada perkantoran di area central business district (CBD) Jakarta. Penyebabnya tak lain karena harga sewa dan jual sudah terlalu tinggi.
Untuk perkantoran grade A dan premium, harga sewanya sudah mencapai 40 dollar AS (Rp 460.520) sampai 50 dollar AS (Rp 575.650) per meter persegi per bulan di luar biaya sewa. Sementara perkantoran grade B sekitar 25 dollar AS (Rp 287.825)-35 dollar AS (Rp 402.955) per meter persegi per bulan di luar biaya perawatan.
"Dengan harga setinggi itu, para tenan bisa mendapatkan ruang lebih luas dan gedung yang baru di luar CBD. Sehingga banyak perusahaan yang beralih dan merelokasikan operasionalnya ke perkantoran di koridor Simatupang, Pondok Indah atau di luar wilayah keduanya," papar Bagus kepada Kompas.com, di Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Bagi perusahaan dengan profil eksposur tinggi seperti finansial, perbankan, jasa konsultasi, asuransi, dan telekomunikasi, serta IT, berkantor di kawasan CBD memang sebuah keharusan. Berbeda dengan perusahaan manufaktur dan sektor riil seperti consummer good dan otomotif. Mereka tidak harus bertahan, dan mulai bertahap pindah ke luar CBD.
"Perusahaan perbankan pun hanya kantor pusatnya yang berada di CBD sementara untuk back office justru mulai bertahap menyasar area-area perkantoran baru di ketiga koridor itu. Fenomena relokasi akibat harga sewa tinggi ini sebetulnya sudah terjadi sejak akhir 2011," jelas Bagus.
Maraknya tren relokasi ini, imbuh Bagus, membuka peluang bagi perkantoran di luar CBD Jakarta untuk meningkatkan harga sewa. Saat ini harga sewa berada pada posisi rerata Rp 153.379 per meter persegi per bulan di luar service charge, meroket 12,7 persen.
Harga melonjak
Untungnya, penurunan tersebut tak berlarut. Kuartal berikutnya, kebutuhan ruang perkantoran kembali pulih. Hal tersebut mendorong melesatnya harga perkantoran sewa dan strata kelas A. Harga perkantoran sewa di kawasan bisnis terpadu (central business district/CBD) Jakarta sudah mencapai Rp 300.000-Rp 500.000 per meter persegi/bulan di luar biaya servis. Sementara harga perkantoran strata menembus angka Rp 55 juta meter persegi.
Demikian dipaparkan Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia, Todd Lauchlan kepada Kompas.com, Kamis (29/8/2013).
"Lonjakan kebutuhan domestik, dan perusahaan asing (multinasional) adalah pendorong kuat pertumbuhan permintaan dan harga," ujarnya.
Perusahaan-perusahaan tersebut, terutama yang bergerak di sektor keuangan (perbankan dan asuransi), sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, minyak dan gas), jasa konsultasi (hukum dan pajak) serta konstruksi, berkontribusi terhadap kinerja ruang perkantoran.
Meroketnya harga perkantoran dengan pertumbuhan lebih dari 30 persen, lanjut Todd, sudah terjadi sejak 2010. Harga permintaan (asking price) pada 2010 mencapai Rp 18 juta-Rp 20 juta per meter persegi. Setahun kemudian melonjak menjadi Rp 22 juta-Rp 25 juta per meter persegi. Tahun 2012 meningkat lagi menjadi Rp 25 juta-Rp 40 juta per meter persegi, hingga saat ini posisi transaksi berada pada level Rp 35 juta-Rp55 juta per meter persegi.
Pertumbuhan harga perkantoran di Jakarta masih akan terus berlanjut hingga mencapai angka maksimal Rp 70 juta per meter persegi tahun depan. Meski terus tumbuh, namun masih rendah bila dibandingkan dengan harga perkantoran di kota-kota kawasan Asia Pasifik lainnya seperti Singapura, Hong Kong, Mumbai, Tokyo dan Sydney. Jakarta hanya unggul dari Kuala Lumpur.
"Sampai akhir 2013 pasar tetap kuat karena pertumbuhan ekonomi masih positif yang dipicu tingginya tingkat investasi asing dan domestik. Demikian juga dengan prospek pada 2014, Jakarta masih menarik untuk investasi," ujar Todd.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.