Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengetatan KPR Inden Bikin Bisnis Pengembang Kritis!

Kompas.com - 07/12/2013, 15:27 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu seputar surat edaran Bank Indonesia (BI) No. 15/40/DKMP yang diterbitkan pada 24 September 2013 dan berlaku sejak 30 September 2013 mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, mewarnai sektor properti Indonesia.

Sebagian pihak memandang isi surat edaran ini mampu menghambat kinerja pengembang, bahkan meluluhlantakkan usahanya.

Di sisi lain, ada pendapat yang justru menganggap aturan ini mampu melindungi konsumen, khususnya isi surat edaran BI No. 15/40/DKMP Huruf F Angka 2. Butir tersebut berbunyi "Bank hanya dapat memberikan fasilitas KPP atau KPP iB jika properti yang dijadikan agunan telah tersedia secara utuh, yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai yang diperjanjikan dan siap diserahterimakan."

Memberatkan pengembang

Pengamat properti dari Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menuturkan, beleid Kredit Pemilikan Rumah (KPR) inden pada rumah kedua tersebut tidak dipungkiri lagi bakal memberatkan pengembang properti. Hal ini terutama akan berdampak kepada pengembang yang membangun rumah dalam jumlah banyak.

Ketua DPP Real Estat Indonesia (REI) 2010-2013, Setyo Maharso menghitung, ada sekitar 60 persen dari 3.000 anggota REI yang akan berhenti membangun rumah apabila aturan KPR inden tetap diberlakukan.

Menurut pengembang, aturan ini berpotensi mematikan bisnis mereka. Ketika ditemui Kompas.com, Rabu (18/9/2013), Setyo menyatakan, bila BI kembali melakukan pengetatan, maka  tujuan semula untuk mengerem laju pertumbuhan properti malah kontraproduktif.

Apalagi selama ini transaksi didominasi melalui KPR. Para pengembang sudah dipukul oleh kenaikan harga bahan bangunan, upah tukang, pajak, dan biaya lain.

"Tentu, kami tidak ingin ini terjadi, namun kalau pengembang berhenti membangun rumah, kami perkirakan sebanyak 180.000 orang akan kehilangan pekerjaan," ujar Setyo, Senin (31/9/2013).

KPR Inden substituen Kredit Konstruksi

Pengembang bereaksi cukup keras lantaran selama ini mereka memanfaatkan KPR Inden para konsumen untuk mendanai pembangunan properti. Pasalnya, sejak 1998, Kredit Konstruksi sudah tidak lagi tersedia, kecuali untuk rumah bersubsidi.

"Kalau BI mau mengeluarkan KPR Inden, tolong berikan Kredit Konstruksi. Selama ini BTN memberikan, itu pun dalam jumlah kecil," ujar Setyo dalam kesempatan yang sama.

Meski dimanfaatkan sebagai pengganti kredit konstruksi, KPR Inden ternyata lebih aman. Setidaknya, begitulah menurut para pengembang.

"Jika saya sebagai bank, tentu lebih aman menyalurkan kredit di KPR inden (rumah belum jadi) daripada menyalurkan kredit konstruksi berjumlah besar ke pengembang. Karena dengan KPR inden penyalurannya ke konsumen jumlahnya akan banyak. Artinya, risiko kredit dibagi, tapi kalau kredit konstruksi kan risikonya hanya ke satu pengembang saja," terang Setyo.

Selain itu, jika rencana pemberlakuannya hanya untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya yang dilakukan secara inden, lanjut Setyo, saat ini belum jelas definisi rumah kedua dan seterusnya seperti apa.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com