Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan LTV Seharusnya Batasi Praktik Spekulasi!

Kompas.com - 07/12/2013, 14:45 WIB
Tabita Diela

Penulis

Ali melanjutkan, menggunakan tipe bangunan sebagai tolok ukur akan menimbulkan kerancuan, lantaran harga bisa berbeda-beda di masing-masing wilayah di Indonesia. Keputusan BI sebetulnya keliru untuk diterapkan. Pemberlakuan aturan itu seharusnya bukan dari batasan tipe 70, melainkan batasan harganya, yaitu Rp1 miliar ke atas.

"Kalau tipe 70, di mana-mana beda harganya. Tipe 70 di Jakarta mungkin bisa Rp1 miliar, Rp 2 miliar. Tapi, tipe 70 di Sumatera, di Lampung masih ada Rp 300 juta. Saya kritik BI dari sisi harga jualnya. Harga jual Rp 1 miliar, Rp 2 miliar kan sama," ujarnya.

Dukungan dari bank

Namun, meski tidak setuju menggunaan luasan bangunan sebagai tolok ukur, di sisi lain Ali juga mendukung kebijakan tersebut. Dia menilai, kebijakan LTV bisa meredam aksi spekulasi pemilik modal, tentu jika menggunakan tolok ukur yang tepat.

Dukungan lebih kencang datang dari bank penyedia KPR. Direktur PT BTN (persero) Tbk Mansyur S Nasution di Jakarta, Minggu (21/7/2013), mengatakan pihaknya sebagai bank pembiayaan KPR mendukung aturan LTV. Menurutnya, penerapan kebijakan ini bisa mengimbangi laju pertumbuhan properti tetap sehat.

Sementara itu, menurut ekonom yang juga Chief Economist di BTN, A Prasetyantoko, kebijakan LTV tidak akan berpengaruh pada bisnis BTN. Hal ini mengingat sebagian besar kredit BTN untuk pembiayaan KPR rumah pertama di bawah 70 meter persegi.

Selain BTN, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja pada Selasa (1/10/2013) juga menyatakan bahwa pihaknya sudah mengantisipasi kebijakan LTV dari BI. Untuk daerah-daerah yang harga propertinya dianggap sudah terlalu mahal (over priced)  pihaknya mematok uang muka (down payment/DP) lebih tinggi dari yang telah diatur oleh BI.

Jahja mengungkapkan, BCA juga telah mengantisipasi perlambatan pada saat menyusun anggaran di awal tahun. Maka dari itu, kenaikan kredit dipatok sebesar 20 persen.

"Untuk daerah-daerah yang saya lihat terlalu mahal saya minta DP-nya 50 persen, padahal BI kan mintanya 30 persen," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau