Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPR Diperketat BI, Pengembang Bisa Bermitra dengan Asing

Kompas.com - 04/10/2013, 16:56 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Respon negatif pengembang terhadap aturan baru Bank Indonesia (BI) yang memperketat lagi aturan rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value) dan melarang perbankan menyalurkan KPR untuk rumah kedua, ketiga dan seterusnya yang masih berstatus inden, sebetulnya tak perlu terjadi.

Menurut Head Capital Market and Investment Knight Frank Indonesia, Fakky Ismail Hidayat, para pengembang bisa mencari alternatif pembiayaan pembangunan properti. Salah satunya dengan cara membuka kesempatan kepada investor atau pengembang asing untuk bekerjasama.

"Jarang pengembang Indonesia yang mau ber-partner dengan pengembang mancanegara. Mereka percaya diri dengan kekuatan konstruksi finansialnya. Namun, di tengah kondisi aktual, saat rupiah masih terpuruk dan harga material meroket, lebih lagi ada aturan BI terbaru, bekerjasama merupakan pilihan terbaik ketimbang mengancam tidak akan berproduksi," ujar Fakky kepada Kompas.com, Kamis (3/10/2013).

Seperti diketahui, BI telah mengeluarkan aturan baru yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) BI No. 15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Terkahit hal itu, Ketua DPP REI Setyo Maharso pernah mengatakan bahwa REI menilai aturan tersebut bisa mematikan sektor properti. Bahkan, aturan itu berpotensi menyebabkan 180.000 pekerja menjadi pengangguran.

"Kami takut hal ini justru akan mematikan usaha para pengembang karena kami sudah terpukul oleh kenaikan harga bahan bangunan, upah tukang, pajak dan lain-lain," ujarnya.

Berbeda dengan Fakky, menurutnya, aturan BI tersebut harus dilihat dari dua sisi. Di satu sisi memang berdampak positif, dapat mencegah praktek spekulasi sekaligus melindungi konsumen. Namun, di sisi lain, ia akui, merupakan pukulan telak bagi pengembang. Terutama pengembang menengah bawah yang ironisnya merupakan pemasok mayoritas kebutuhan rumah tapak di Indonesia.

"Pengembang kelas menengah bawah, selama ini mengandalkan dana konsumen dan pinjaman perbankan untuk membangun proyeknya. Jelas, ketentuan BI tersebut, akan mengganggu konstruksi finansial mereka," lanjutnya.

Dengan aturan baru, dana KPR yang selama ini sangat membantu pengembang "menutupi" dana pembangunan, tak bisa diharapkan lagi. Pencairan dana KPR akan dilakukan bila konstruksi properti sudah melalui tahapan tertentu (construction by milestone).

Pemerintah alpa

Sejatinya, hal ini lumrah terjadi di Negara-negara maju seperti Australia, Amerika Serikat, Singapura, Inggris, dan bahkan di Filipina. Hanya, menurut Fakky, kealpaan Pemerintah di sini adalah, kebijakan pengetatan moneter dikedepankan saat kebutuhan rumah rakyat justru belum terpenuhi.

Namun begitu, pengembang pun harus kreatif. Sekaranglah momentum tepat bagi pengembang untuk berpikir ke depan memanfaatkan pengetatan kredit ini untuk menjalin kerjasama strategis dengan asing. Sebab, ada banyak investor dan pengembang asing yang tertarik membenamkan uangnya di pasar properti Indonesia. Namun, mereka seringkali menghadapi kesulitan, karena ada regulasi tertentu terkait Penanaman Modal Asing (PMA) yang harus dipenuhi, dan itu butuh waktu lama.

"Untuk mengurus perizinan dan membuat perusahaan berbadan hukum saja setidaknya, butuh waktu dua tahun, belum lagi melakukan studi kelayakan dan merancang proyeknya. Mereka berpikir, tahapan-tahapan tersebut tidak efisien dan sangat lama. Dua tahun bisa dipangkas, bila mereka mampu menggandeng para pengembang Indonesia yang mengalami kesulitan pendanaan akibat aturan BI ini," tandas Fakky.

Tahun ini saja, terdapat investor dan pengembang asal Thailand, Jepang dan Korea Selatan yang positif menggarap pasar properti Indonesia. Mereka akan membangun perkantoran, apartemen dan perumahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau