Implementasinya masih nihil dan tidak ada perubahan sama sekali. Proses perizinan untuk membangun perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih tetap berliku dan membutuhkan biaya tinggi.
Ketua DPD REI Batam, Djaja Roeslim mengungkapkan hal tersebut kepada Kompas.com, Senin (11/1/2016).
Menurut Djaja, pihaknya masih harus memenuhi 42 perizinan dengan biaya sebanyak 15 persen dari harga jual rumah. Porsi paling besar adalah mengurus Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT), dan sertifikasi pemecahan lahan.
"Pemangkasan perizinan dari 42 jenis menjadi hanya 8 perizinan belum sampai pada tataran pelaksanaan. Itu masih wacana pusat. Di daerah, masih berlaku aturan lama," tutur Djaja. (Baca: Catat, Delapan Perizinan yang Wajib Dipenuhi Pengembang)
"Bagaimana bisa memenuhi target pembangunan satu juta rumah, deregulasi perizinan saja tidak jalan, dan masih menghambat pengembang daerah yang fokus membangun rumah MBR," terang Djaja.
Sementara di Kawasan Timur Indonesia, menurut Ketua DPD REI Maluku, M Daud Sangaji, penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan belum disosialisasikan ke Pemerintah Daerah Maluku.
"Perlu waktu. Selain itu juga, pengembangan perumahan di sini masih sedikit. Hanya beberapa pengembang saja yang tahun ini merealisasikan pembangunan rumah untuk MBR," ucap Daud.
"Tahun depan persiapan lebih matang, lahan sudah siap dan izin makin sederhana," kata Syarif Burhanudin, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, di Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Klasik
Dia menuturkan, selama ini masalah perizinan adalah masalah klasik. Syarif berharap masalah tersebut bisa terurai pada 2016 mendatang berkat hasil evaluasi program Sejuta Rumah tahun ini.
Untuk itu, pemerintah saling berkoordinasi terkait pemecahan masalah perizinan. Dalam hal ini, Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dan Kemendagri.
Pemerintah akan mempermudah tahapan perizinan dari 42 tahap menjadi delapan tahap. Selain itu, izin yang selama ini memakan waktu hingga 26 hari hanya akan memakan waktu 12 hari saja.
Salah satu tahap yang akan dipangkas adalah analisis dampak lingkungan (AMDAL). Syarif menjelaskan, bila pengembang sudah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang diperuntukan untuk perumahan, maka tidak perlu lagi mengurus izin Amdal karena sudah sesuai dengan peruntukannya.