Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simpang Susun Semanggi, Reinkarnasi Gagasan Besar Ir Sutami (Selesai)

Kompas.com - 01/08/2017, 15:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Seperti Ir Sutami ketika memperkenalkan teknologi prestressed concrete saat membangun Jembatan Semanggi tahun 1961, pembentukan lengkungan Simpang Susun Semanggi juga menggunakan teknik yang tak mudah.

Diputuskan bahwa untuk menyambung ruas lengkungan akan menggunakan ratusan segmental box girder yang telah dicetak atau precast concrete, yang disusun. Namun, persoalannya tidak berhenti sampai di sana.

Baca: Simpang Susun Semanggi, Reinkarnasi Gagasan Besar Ir Sutami (I)

Dalam kriteria yang ditentukan, struktur SS Semanggi dibuat tanpa penyangga sepanjang 80 meter, guna meminimalisir gangguan signifikan terhadap arus lalu lintas. Lengkungan ini, berada di atas Jalan Tol Dalam Kota.

"Metoda precast segmental box girder ini belum ada contohnya di Indonesia untuk bentang 80 meter. Apalagi pada struktur alinemen melengkung (curvely)," kata tulis Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faizal Samad, seperti dikutip KompasProperti melalui akun Facebook-nya, Senin (31/7/2017).

Meski sudah ada contohnya di Hongkong, kata dia, lengkungan itu tidak dibangun di atas jalan, melainkan di atas laut.

Baca: Simpang Susun Semanggi, Reinkarnasi Gagasan Besar Ir Sutami (II)

Sejumlah kendaraan melintasi Jembatan Simpang Susun Semanggi di kawasan Semanggi, Jakarta, Jumat (28/7/2017). Pemprov DKI telah melakukan soft launching berupa uji coba lalu lintas Jembatan Simpang Susun Semanggi sebelum diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2017 mendatang. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Sejumlah kendaraan melintasi Jembatan Simpang Susun Semanggi di kawasan Semanggi, Jakarta, Jumat (28/7/2017). Pemprov DKI telah melakukan soft launching berupa uji coba lalu lintas Jembatan Simpang Susun Semanggi sebelum diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2017 mendatang.

Tim perancang struktur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dipimpin Ir Djodi Firman kemudian mengajukan tantangan kepada dunia konstruksi sipil Indonesia, untuk mencoba menerapkan teknik struktur jembatan precast segmental box girder pada bentang panjang melengkung.

"Suatu struktur yang benar-benar harus memperhitungkan secara akurat Banana Effect, efek momen torsi dari beban sendiri yang timbul pada struktur melengkung," imbuh Yusmada.

Baca: Simpang Susun Semanggi, Reinkarnasi Gagasan Besar Ir Sutami (III)

Ia menambahkan, potongan-potongan box girder yang disusun memiliki bentuk yang unik, lantaran tidak ada yang sama. Hal ini menuntut teknik pencetakan (precast) yang menjamin akurasi dan presisi pertemuan antar-segmen box girder.

Teknik pencetakan menggunakan metode short line matching method atau mencetak box girder satu persatu dengan menggunakan precast box girder terdahulu sebagai formwork pencetakan box girder berikutnya.

"Akhirnya pada tataran eksekusi lapangan, segmen-segmen boxgirder diinstall bertahap menggunakan kombinasi alat crane dan lifter layaknya merangkai lego dari kedua sisi tumpuan pilar dan bertemu pada titik tengah bentang jembatan, dengan mematok level presisi pertemuan tidak boleh menyimpang (skew) lebih dari 6 sentimeter," terang Yusmada.

Baca: Simpang Susun Semanggi, Reinkarnasi Gagasan Besar Ir Sutami (IV)

Proses instalasi segmental boxgirder ini pun diberikan waktu yang ketat untuk mencegah antrian panjang lalu lintas di jalan tol dalam kota.

"Suatu pekerjaan dengan kontrol skema dan ritme kerja yang super duper ketat. Sejarah berulang, Reincarnation of Sutami Spirit," tandasnya.

Simpang Susun SemanggiBiro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Simpang Susun Semanggi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau