JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro, berpendapat, reklamasi Teluk Jakarta yang masih diperdebatkan hingga kini memperlihatkan kepada publik bahwa prosesnya tidak dilakukan secara rinci dan benar.
"Banyak tahapan teknis terlewati sehingga menjadi masalah seperti sekarang," ujar planolog yang akrab disapa Bernie, kepada Kompas.com, Selasa (10/5/2016).
Bernie melanjutkan, ketika reklamasi menjadi pilihan Jakarta sejak tahun 1995 lalu, seharusnya memenuhi berbagai kaidah-kaidah teknis.
Untuk itu, berbagai kajian dan standar teknis perlu dipenuhi termasuk daya dukung, kajian dampak lingkungan, batimetri, sosial kemasyarakatan, ekonomi, hajat hidup (livelihood), pendataan dan zonasi guna lahan.
Reklamasi memang bukan hal yang haram dilakukan, bahkan sangat jamak dan banyak dilakukan di banyak belahan dunia sejak lama.
"Belanda melakukan reklamasi, dan memanfaatkannya untuk menambah lahan pertanian dan menghasilkan peternakan. Selain tambahan beberapa lingkungan kota," kata Bernie.
Singapura dan Korea Selatan juga melakukan reklamasi untuk membangun kawasan mixed-use dengan koefisien luas bangunan (KLB) tinggi. Area yang direklamasi ini menjadi daerah komersial bernilai tinggi.
Namun, sebagai pilihan strategi pembangunan kota, reklamasi adalah pilihan terakhir. Karena, program urban revitalization melulu tentang konsolidasi lahan.
Kesulitan konsolidasi inilah yang membuat banyak pihak dengan mudahnya memutuskan untuk melakukan reklamasi.
"Kendati begitu, karena kadung dilakukan, sebagai mandat dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kita harus juga bisa menjaga reklamasi Jakarta ini sesuai aturan dan kaidah teknis," pungkas Bernie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.