JAKARTA, KOMPAS.com - Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masih tetap mempertahankan budaya dan warisan leluhurnya.
Kebudayaan tersebut bahkan dapat dilihat dari berbagai sisi seperti aktivitas masyarakat, ritualitas keagaman, hingga arsitektur bangunan rumah.
Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa Bali I Nyoman Nuri Arthana mengatakan arsitektur Bali sangat menekankan pentingnya keberlanjutan terhadap pembangunan.
"Arsitektur Bali pada dasarnya sangat menekankan pentingnya keberlanjutan dalam pembangunan," kata Nuri dalam diskusi online bertajuk 'Arsitektur Bali: Tradisi dan Kekinian', Kamis (18/02/2021).
Baca juga: Meski Banjir Investasi, Bali Harus Pertahankan Tradisi
Nuri menjelaskan, arsitektur Bali melibatkan tiga unsur penting yaitu manusia, alam dan Tuhan.
Karenanya dalam melakukan pembangunan apa pun, semua pihak harus dapat menjaga keberlanjutan untuk mencapai keharmonisan dan keseimbangan.
"Jadi dalam arsitektur Bali pedoman membangun itu tujuannya adalah untuk mencapai keharmonisan dan keseimbangan antara alam, manusia dan Tuhan," jelasnya.
Berdasarkan interpretasi dari lontar Asta Kosala kosali yang merupakan naskah pedoman nenek moyang tentang pelaksanaan pembangunan, bahwa material yang akan harus proporsional.
Contohnya, tidak boleh menggunakan satu jenis material kayu saja, melainkan harus berbagai jenis kayu.
Baca juga: Mengintip Wajah Baru Pasar Seni Sukawati Bali
Hal itu bertujuan agar tidak ada penggunaan satu jenis kayu tertentu secara berlebihan yang akan mengancam dan berakibat pada kepunahan.
"Sehingga dengan membagi jenis-jenis kayu ini maka satu jenis kayu itu tidak akan cepat abis, jadi ketersediaannya di alam akan bisa berkelanjutan," sambung Nuri.
Khusus untuk membangun tempat suci dapat menggunakan jenis kayu cendana untuk rangkap atap, menengen untuk membuat kolom, cempaka untuk kolom atau balok, kwanditan untuk balok dan kayu suren untuk membangun dinding.
Sementara itu, untuk membangun bale atau tempat tidur, dapat menggunakan jenis kayu nangka dan kwanditan, kayu jati dan kuwet, kayu benda dan gentimun, kayu timbul dan kaliasem hingga kayu sukun dan bulwan.
"Jadi untuk arsitektur Bali, masalah kayu saja juga diatur terutama untuk menjaga ketersediaannya agar tidak habis," sambung Nuri.
Pada naskah yang sama, hampir setiap ruang bangunan yang menggunakan arsitektural Bali diatur secara rinci dengan memiliki peran dan fungsinya masing-masing.
Baca juga: Lindenberg Hadir di Bali, Hotel 8 Kamar dengan Panorama Alami