Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Optimisme Sektor Perumahan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Kompas.com - 18/02/2021, 11:00 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Faktor ketiga yaitu perbankan masih mengetatkan filter untuk merealisasikan kredit perumahan.

“Kondisi-kondisi ini jadi pantauan market, sehingga kita berusaha mencari alternatif untuk meningkatkan sentimen pasar,” ucap Totok, panggilan karibnya, Senin (15/2/2021).

Sebab, tambahnya, sektor properti berkaitan dengan 174 bidang industri dari total 185 bidang industri lainnya. Artinya, hampir 95 persen bidang usaha berkaitan dengan properti.

Maka dari itu, dia mengaku, REI pun siap berpartisipasi dalam pemulihan ekonomi nasional karena properti merupakan salah satu indeks kondisi makroekonomi suatu negara.

“Suatu daerah bisa dikatakan maju kalau propertinya mendukung. Sebaliknya, kalau tanpa properti, tidak ada daerah yang maju,” imbuhnya.

Bagi Totok, membangkitkan kembali perekonomian nasional harus dengan kolaborasi yang efektif bersama semua pihak, termasuk pemerintah.

Salah satunya melalui regulasi yang kondusif dengan mempertimbangkan keseimbangan dalam pasar antara pengembang dan masyarakat sebagai konsumen.

Selain itu, perbankan juga wajib mengerti dan menerima betapa sulitnya kondisi pasar saat pandemi seperti ini.

Contohnya debitur yang berprofesi sebagai karyawan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Otomatis angsuran KPR-nya juga macet karena debitur tersebut sedang susah keuangannya.

Tidak hanya itu, Totok pun mengungkapkan keluhan dari rekan-rekan pengembangnya yang tersebar di berbagai daerah bahwa penyaluran KPR, terutama dari BTN yang porsinya terbesar, saat ini semakin berat.

Dia mengilustrasikan, kalau dulu mereka mengajukan 10 calon debitur ke kantor cabang, bisa sampai delapan orang yang disetujui.

Namun kini, bila 10 calon nasabah yang diajukan ke kantor cabang, hanya sekitar dua orang yang mendapat persetujuan, bahkan kadang tidak ada sama sekali.

“Karena sekarang sistemnya harus lewat pusat dan terkomputerisasi. Mencari end user dalam krisis begini kan enggak gampang, makanya ayolah kita cari bagaimana way out-nya supaya filter enggak terlalu ketat,” kata Totok.

Sesuai salah satu protokol kesehatan yang berlaku saat ini, dia pun mengibaratkan supaya bank jangan memakai masker yang sangat ketat, tetapi harus agak diperlonggar.

“Maskernya jangan yang N95, cukup masker medis 3 ply. Filter itu tetap ada karena kondisi krisis, tapi jangan pakai N95. Maksudnya, cari end user itu sekarang ketat, enggak gampang realisasi kalau enggak ada penghasilan. Makanya, end user tetaplah diperkuat dulu secara bertahap,” tambahnya.

Rupanya kepayahan itu juga dialami oleh pelaku industri semen yang berhubungan erat dengan properti. Berkurangnya pembangunan perumahan mengakibatkan penjualan semen pun menurun.

Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia Widodo Santoso mengungkapkan, realisasi penjualan semen dalam negeri pada 2020 turun berkisar 10 persen dibanding tahun 2019, dari lebih kurang 70 juta ton menjadi hanya sekitar 63 juta ton.

“Masalahnya memang pembangunannya berkurang karena Covid sehingga perekonomian anjlok, jadi masyarakat kalau mau bikin rumah ya tunggu dulu. Kalau yang baru ancang ancang juga tunggu Covid selesai, itulah makanya pembangunan rumah juga turun,” tutur Widodo kepada Kompas.com.

Namun, ia merasa masih beruntung karena nilai minus penjualan dalam negeri itu tertolong oleh kenaikan jumlah ekspor sebesar 45 persen, dari tahun 2019 sebanyak 6,3 juta ton menjadi 9,3 juta ton pada 2020.

Meski demikian, ia optimistis bahwa tahun 2021 ini industri semen dalam negeri akan kembali cerah.

Salah satu alasannya yaitu peningkatan anggaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, termasuk perumahan, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi sekitar Rp 149 triliun dari tahun 2020 yang besarannya lebih kurang Rp 120 triliun.

Dengan begitu, diharapkan pembangunan perumahan akan bergairah kembali sehingga mampu ikut mendorong pemulihan perekonomian nasional.

“Sektor perumahan itu penting untuk pemulihan ekonomi nasional, misalnya bunga bank turun, uang muka diperkecil, angsuran diperpanjang, dan lain-lain. Kebijakan itu yang diharapkan supaya perumahan bisa meningkat, ekonomi juga pulih. Nah, itu harus di-back up pemerintah,” jelas Widodo.

Jika hal itu dilaksanakan, sambungnya, akan semakin banyak masyarakat yang berkesempatan memiliki rumah yang terjangkau dan layak untuk ditinggali.

Peran perbankan

Berhubungan dengan sektor perumahan, bank merupakan salah satu pihak penting dalam pembiayaan. Begitu pula dengan BTN.

Dalam kiprahnya selama puluhan tahun di industri perbankan Tanah Air, BTN berusaha terus melakukan pembiayaan perumahan karena dinilai sebagai salah satu faktor penggerak perekonomian nasional.

Direktur Consumer and Commercial Lending PT Bank Tabungan Negara Tbk Hirwandi Gafar mengaku, eksistensi BTN sebagai bank penyalur KPR, terutama yang subsidi, cukup dominan di Indonesia.

Kontribusinya mencapai di atas 80 persen dibanding bank lainnya, baik pemerintah maupun swasta.

Pencapaian itu terbukti paling tidak dalam setahun terakhir. Jika dijumlah total, penyaluran KPR subsidi dan non-subsidi dari BTN bernilai sekitar Rp 24 triliun pada 2020 untuk membiayai lebih dari 144.000 unit rumah.

Adapun untuk tahun 2021, ditargetkan nilai nominalnya meningkat menjadi Rp 30 triliun hingga Rp 35 triliun yang digunakan untuk pembiayaan 150.000 sampai 200.000 unit rumah di seluruh Nusantara.

Ia mengatakan, BTN menyadari pentingnya pembiayaan itu karena, seperti yang disebutkan sebelumnya, pembangunan sektor perumahan mempunyai efek berantai yang besar ke lebih dari 170 industri lainnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau