JAKARTA, KOMPAS.com - PT Ceria Metalindo Indotama (CMI), entitas anak PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) menggarap proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian Nikel Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) Produksi 3 dan 4 (2x27 MVA).
Kontrak kerja sama di bidang Engineering, Procurement, and Construction (EPC) itu senilai Rp 2,8 triliun.
WIKA mendapat kepercayaan sebagai pelaksana proyek tersebut berdasarkan evaluasi administrasi, teknis, harga, kualifikasi, dan verifikasi oleh PT CNI.
Pabrik Feronikel tersebut akan terdiri dari dua lajur produksi, masing-masing lajur akan ditunjang dengan fasilitas produksi utama yaitu Rotary Dryer berkapasitas 196 ton per jam (wet base), dan Rotary Kiln berkapasitas 178 ton per jam (wet base).
Kemudian, Electric Furnace berkapasitas 72 MVA serta peralatan penunjang lainnya dengan target penyelesaian proyek pada tahun 2023 dan mampu mencapai kapasitas produksi sebesar 27.800 ton Ni per tahun (Ferronickel 22 persen Ni).
Selain CMI, entitas anak dari CNI yang juga melakukan tanda tangan kerja sama dengan WIKA adalah PT Ceria Kobalt Indotama (CKI).
Baca juga: WIKA Garap Gedung dengan Sistem Peredam Gempa Pertama di Indonesia
Kerja sama keduanya berfokus pada sinergi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) Proyek Nickel Laterite Hydrometallurgy beserta power plant dengan estimasi nilai kontrak sebesar 1,1 miliar dollar AS.
Proyek Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Kobalt dengan Teknologi (HPAL) yang menjadi inti pada kerja sama dengan CMI-WIKA tersebut diproyeksikan memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 100.000 ton per tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) (40 persen Ni dan 4 per Co dalam MHP) dan 158.000 ton per tahun konsetrat Chromium.
Direktur Utama PT CNI Derian Sakmiwata mengatakan, kontrak strategis ini dapat mengoptimalkan besarnya potensi nikel dalam negeri dan menjadikan industri hulu dan hilir nikel sebagai sektor yang diprediksi bakal prospektif dalam beberapa tahun ke depan.
"Semoga dengan semangat merah putih yang menjadi semangat kita semua, komoditas nikel menjadi harapan untuk menggenjot pertumbuhan industri logam dasar, sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Derian dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/11/2020).
Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menambahkan, pengembangan pabrik di Wolo, Kolaka, Sulawesi Tenggara, ini akan selesai tepat waktu, dengan 36 bulan masa kerja efektif.
"Saya harap proyek ini bisa menjadi titik ungkit kebangkitan industri berbasis mineral di tanah air dan dunia,” ujar Agung.
Berbeda dengan pabrik nikel di Indonesia pada umumnya yang menggunakan electric furnace tipe circular, pabrik ini menggunakan electric furnace tipe rectangular yang memiliki keunggulan.
Baca juga: Sabet Rekor Muri, Forum Engineering WIKA Dihadiri 100.000 Peserta
Pertama, konsumsi energi per ton atau kWh per ton yang lebih efisien karena menggunakan desain electrode yang tercelup slag (submerged).
Kedua, memiliki service life yang lebih lama karena fleksibilitas struktur rectangular yang sangat baik mengatasi masalah ekspansi furnace.