Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurassic Park, Penolakan Warga, dan Upaya Perlindungan Habitat Komodo

Kompas.com - 26/10/2020, 17:23 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Pemerintah menyulap Pulau Rinca Taman Nasional Komodo (TNK), di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi "Jurassic Park" kembali mendapat sorotan.

Hal ini menyusul akun Instagram @gregoriusafioma yang mengunggah sebuah foto dengan keterangan, sosok komodo mengadang truk yang akan memulai pembangunan di pulau tersebut.

"Dapat kiriman foto tentang situasi pembangunan “jurassic park” ini dr seorang teman. Komodo “hadang” Truck pembangunan Jurassic Park di Rinca. Ini benar-benar “gila”, tak pernah dibayangkan sebelumnya bisa terjadi,"  tulisnya di akun Instagram soal pembangunan di Pulau Rinca.

Gregorius melanjutkan, truk masuk ke dalam kawasan konservasi yang telah dijaga ketat selama puluhan tahun dan telah secara sistematik meminggirkan masyarakat dari akses terhadap pembangunan yang layak demi konservasi. ?

Baca juga: Pulau Rinca Bakal Disulap Jadi Jurassic Park

Unggahan tersebut viral di jagat dunia maya Instagram dan telah disukai sebanyak 242.477 orang dengan 8.970 komentar.

Saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/10/2020), Gregorius menegaskan penolakannya. Dia sendiri tergabung dengan teman-teman lainnya sesama anak muda NTT menentang pembangunan ini.

"Kami melakukan berbagai aksi penolakan sejak lama sekali. Saya sendiri sudah terlibat sejak Tahun 2015," ujar dia.

Unggahan Akun Instagran @gregoriusafioma mengenai kondis pembangunan di Pulau Rinca.Instagram @gregoriusafioma Unggahan Akun Instagran @gregoriusafioma mengenai kondis pembangunan di Pulau Rinca.

Sebelumnya, Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat juga menolak pembangunan sarana dan prasarana geopark di kawasan Loh Buaya tersebut.

Ketua Formapp Manggarai Barat Aloysius Suhartim Karya menyatakan penolakan terhadap pembangunan ini sudah kami sampaikan berkali-kali.

"Termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1.000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores, pada tanggal 12 Februari 2020," tegas Aloysius.

Hal ini sebagaimana dikatakan Direktur Eksekutif Daerah (ED) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi.

Baca juga: Kabar Terbaru Pulau Rinca, Bakal Jurassic Park yang Ditentang

Menurutnya, secara umum masyarakat NTT menolak proses pembangunan infrastruktur berskala besar di Pulau Rinca yang mengatasnamakan pariwisata.

Bahkan, masyarakat telah membongkar salah satu aset wisata di Pulau Rinca pada tahun lalu.

Selain itu, Umbu menilai, cacatnya pembangunan di Loh Buaya ini, karena Walhi NTT sebagai penilai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Provinsi NTT tak dilibatkan.

Padahal, Walhi NTT mendapatkan mandat dan Surat Keputusan (SK) Gubernur untuk menilai AMDAL seluruh kegiatan pembangunan di wilayah Provinsi NTT.

"Prosedurnya mana yang sudah dijalankan itu, kok tiba-tiba sudah land clearing (pembersihan lahan) di lapangan? Prosedur mana yang dimaksud Kementerian PUPR itu?," tanya Umbu kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).

Pekerjaan pemugaran di Pulau Rinca.Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Pekerjaan pemugaran di Pulau Rinca.

Umbu mengungkapkan, seharusnya AMDAL diselesaikan terlebih dahulu, baru ada pembersihan lahan.

Oleh karena itu, masyarakat NTT meminta Pemerintah untuk meninjau kembali dampak negatif yang ditimbulkan dari model pariwisata berbasis infrastruktur berskala besar untuk konstruksi karena dapat membahayakan ekosistem komodo.

Seperti diketahui, imbuh Umbu, pembangunan infrastruktur berskala besar dapat menghapus lahan. Dan Pulau Rinca yang berukuran kecil ini merupakan salah satu habitat komodo.

"Kami mengharapkan Pemerintah Pusat maupun Provinsi membatalkan dulu rencana wisata premium di NTT, pembangunan infrastruktur berskala besar di sana dan mengurus dahulu soal konservasi dan sains komodo atau membentuk tim ahli," ucap Umbu.

Walhi NTT mengusulkan Pemerintah membangun pariwisata yang minim pembangunan infrastruktur dan dapat dikelola komunitas maupun masyarakat Pulau Rinca agar tak mengganggu kawasan hidup komodo.

Baca juga: Basuki Puas Melihat Kualitas Proyek Jalan KSPN Labuan Bajo

Lantas, apa tanggapan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas banyaknya kecaman dalam pembangunan ini?

Direktur Jenderal Cipta Karya Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis H Sumadilaga menuturkan, pihaknya diamanatkan untuk melaksanakan penataan kawasan Pulau Rinca dengan penuh kehati-hatian.

"Kementerian PUPR telah bekerja sama dengan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang ditandai penandatanganan kerja sama pada 15 Juli 2020 silam untuk pembangunan ini," tutur Danis kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).

Izin Lingkungan Hidup terhadap kegiatan Penataan Kawasan Pulau Rinca di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat pun telah terbit pada 4 September 2020.

Keindahan Komodo di Pulau Komodo.SHUTTERSTOCK/SERGEY URYADNIKOV Keindahan Komodo di Pulau Komodo.
Penerbitan izin tersebut berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup yang telah memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo.

Dalam hal ini, Kementerian PUPR melakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung Pariwisata, salah satunya Pulau Rinca, di Taman Nasional Komodo.

Seperti yang diketahui, Taman Nasional Komodo telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO dan memiliki Outstanding Universal Value (OUV) atau Kriteria Nilai Universal Luar Biasa.

Baca juga: Percantik Pulau Rinca, Pemerintah Kucurkan Rp 69,96 Miliar

Oleh karena itu, Kementerian PUPR juga secara intensif melakukan koordinasi dan konsultasi publik, termasuk dengan para pemangku kepentingan lainnya.

Koordinasi dan konsultasi tersebut berupa tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan di lapangan untuk mencegah terjadinya dampak negatif terhadap habitat satwa, khususnya komodo.

Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur pada setiap Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Pulau Komodo direncanakan secara terpadu, baik penataan kawasan, jalan penyediaan air baku, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian.

"Melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi," kata Basuki dalam siaran pers, Minggu (25/10/2020) malam.

Pulau Rinca didesain dengan pendekatan Geopark mirip Jurassic Park.Dokumentasi Kementerian PUPR Pulau Rinca didesain dengan pendekatan Geopark mirip Jurassic Park.
Dalam penataan kawasan ini, Kementerian PUPR menata Dermaga Loh Buaya yang merupakan kawasan eksisting dan membangun pengaman pantai yang sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut. 

Baca juga: Rencana Pemerintah Menyulap Pulau Rinca Jadi Jurassic Park Tuai Kecaman

Kemudian, membangun elevated deck pada ruas eksisting yang berfungsi sebagai jalan akses yang menghubungkan dermaga, pusat informasi serta penginapan ranger, guide dan peneliti.

Elevated deck ini dirancang setinggi 2 meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung, membangun Pusat Informasi yang terintegrasi dengan elevated deck, kantor resort, guest house dan kafetaria.

Terakhir, membangun penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.

Saat ini, penataan Pulau Rinca tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang.

Untuk keselamatan pekerja dan perlindungan terhadap satwa komodo juga telah dilakukan pemagaran pada kantor direksi, bedeng pekerja, material, lokasi pembesian, pusat informasi, dan penginapan ranger.

"Kami selalu didampingi ranger dari Balai Taman Nasional Komodo. Sehingga, proses pembangunan prasarana dan sarana tidak merusak atau mengganggu habitat komodo," tegas Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi NTT Herman Tobo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau