JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membawa dampak beragam terhadap bisnis dan industri properti.
Secara umum, sektor perhotelan dan pusat perbelanjaan terhantam paling keras, karena aktivitas dan perjalanan dibatasi.
Hal ini menyusul pemberlakuan dua tahap dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, dan penerapan jam malam di kota-kota penyangga.
Bagaimana dengan sektor perkantoran?
Pandemi Covid-19 ternyata memperparah kondisi dan menambah luas perkantoran kosong, baik di kawan central business district (CBD) maupun non-CBD.
Baca juga: Tren Perkantoran Jakarta, Flexible Office dan Coworking Space
Menurut catatan Savills Indonesia, saat Covid-19 mulai mewabah di Indonesia hingga PSBB pertama, tingkat kekosongan perkantoran seluas 2.512.000 juta meter persegi atau 251, 2 hektar dari total 9,8 juta meter persegi ruang perkantoran di seluruh ibu kota Indonesia.
Rinciannya, 1.675.000 meter persegi atau 25 persen dari total luas 6,7 juta meter persegi perkantoran di CBD, dan 837.000 meter persegi atau 27 persen dari total luas 3,1 juta meter persegi perkantoran non-CBD.
Tingkat kekosongan ini juga dipicu rendahnya angka serapan selama Semester I-2020. Di CBD, angka serapan hanya seluas 38.500 meter persegi. Capaian ini anjlok 58 persen dibanding periode yang sama tahun 2019.
Perkantoran Grade A mendominasi tingkat kekosongan sekitar 33 persen. Disusul perkantoran premium sekitar 25 persen.
Sementara di area Non-CBD, nett take up hanya sekitar 35.300 meter persegi atau merosot 20 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.