Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

80 Persen Pulau Jawa Jadi Perkotaan, UU Urbanisasi Diperlukan

Kompas.com - 12/09/2020, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA tahun belakangan ini para pakar perencanaan kota bergelut dengan isu bagaimana merancang dan menata sistem perkotaan Indonesia.

Pasca-pandemi, perkotaan yang identik dengan 'kluster penularan', menjadi semakin relevan dan penting untuk ditata dan dikelola dengan strategi yang tepat bagi penduduknya.

Terdapat dua isu penting terkait sistem perkotaan pasca-pandemi. Pertama aspek perencanaan perkotaan, dan aspek tata manajemen daerah perkotaan. Tentu aturannya harus berbeda.

Di luar isu memberi nama sebuah RUU, beberapa literasi proses RUU untuk perkotaan dilakukan di dua kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Pada periode lalu, DPR sudah memberikan keputusannya atas RUU Perkotaan yang diajukan Kemendagri untuk mengatur isu pengelolaan perkotaan melalui level Peraturan Pemerintah saja.

Sebuah keputusan yang tepat dan sangat fundamental untuk urusan pengelolaan daerah perkotaan.

Masalah kita sekarang adalah bagaimana proses perencanaan daerah perkotaan. Apabila kita tengok kebijakan perkotaan kita, akan dihadapkan pada isu koordinatif yang sangat pelik.

Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kemendagri masing-masing punya solusi sendiri.

Karena itu kita masih belum memiliki strategi yang tajam dalam menangani isu perencanaan sistem kota-kota kita.

Perencanaan tata ruang, perencanaan pembangunan, aturan ruang hutan, pesisir, pulau maupun pengendalian, masih terkotak-kotak di berbagai Kementerian.

Tak heran apabila hari ini kita melihat ada RUU yang berbunyi mirip, sedang terus berproses.

Dengan menempatkan kata RUU Perkotaan, maka akan menambah kompleksitas dan potensi tumpang tindih dengan UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan UU no 25 tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional. Ditambah lagi dengan UU Otonomi Daerah, UU Daerah Pesisir dan seterusnya.

Ini jelas inkonsisten, karena tersirat pemerintah pusat ingin mengatur lokus kota, yang ada di daerah otonom.

Sebagian besar negara-negara yang menjadi acuan para perencana seperti AS, Inggris, negara-negara Commonwealth, pemerintah pusat hanyabmengatur Zoning.

Sedangkan UU kota berada di setiap kota masing-masing.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau