SETELAH beberapa waktu kita berhadapan dengan pandemi Covid-19, akhirnya mimpi buruk yang dikhawatirkan banyak ekonom tiba. Indonesia akan memasuki jurang resesi ekonomi.
Indikasinya jelas, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal kedua 2020 diperkirakan mencapai minus 4,3 persen, sebelumnya masih mencetak angka positif 2,97 persen pada kuartal pertama.
Prediksi tersebut bahkan disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu 15 Juli lalu saat rapat bersama kepala daerah membahas percepatan penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Dengan audiens para pemimpin daerah se-Indonesia, menjadi jelas, Jokowi memerintahkan mereka untuk bersiap menghadapi gelombang besar resesi ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini.
Tentu, berita duka ini sudah dapat dirasakan beberapa waktu terakhir. Permintaan di sebagian besar sektor terlihat jelas menurun drastis. PHK terjadi dalam jumlah masif di mana-mana.
Bahkan, momen lebaran yang selama puluhan tahun menjadi pesta pora para produsen karena lonjakan permintaan masyarakat, tahun ini, untuk pertama kalinya, adem ayem.
Masyarakat kali ini lebih memilih memfokuskan dananya pada dua hal terpenting, pangan dan kesehatan. Tiada lainnya.
Kami di Daya Qarsa sudah memprediksi fase ini beberapa bulan silam. Analisis kami, jika pandemi terus berlanjut maka ada potensi pertumbuhan PDB Indonesia bisa menyentuh titik minus.
Dan pertumbuhan ekonomi negatif itu artinya, kita tengah memasuki fase survival. Pada fase ini, tidak kata lain, kata kuncinya adalah bertahan hidup.
Karena itu, pada fase survival, Daya Qarsa merekomendasikan perusahaan untuk berfokus hanya pada aspek-aspek bisnis yang menjadi prioritas atau krusial untuk keberlangsungan hidup bisnis.
Terdapat empat aspek yang harus menjadi perhatian para pemimpin bisnis, yakni optimalisasi biaya, manajemen pendapatan, manajemen sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur pendukung yang akan menopang ketiga aspek pertama.
Adapun sejumlah strategi turunan yang bisa ditempuh sebagai berikut. Pada elemen optimalisasi biaya, perusahaan dapat melakukan konsolidasi fungsi dan proses bisnis yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Misalnya konsolidasi sistem teknologi informasi (TI) dengan proses produksi terkait perangkat kunci dan manajemen inventori.
Kedua berorientasi terhadap permintaan pasar, melakukan sentralisasi strategi merchandising produk, serta meninjau ulang (negosiasi) sistem pembayaran ke supplier.
Pada aspek manajemen pendapatan, perusahaan dapat melakukan restrukturisasi unit bisnis (bila memungkinkan dapat digabung menjadi satu cluster) serta kolaborasi antar unit bisnis, melakukan divestasi dan reinvestment (merger) unit bisnis yang tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan.