JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 berdampak pada mobilitas masyarakat, khususnya di perkotaan.
Kebijakan Pemerintah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berimbas pada pergerakan transportasi publik dan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Hal ini memaksa pengelola mengurangi kapasitas transportasi publik hingga di bawah 50 persen. Padahal selama masa krisis, kebutuhan mobilitas menjadi lebih penting.
Menurut Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), dengan adanya protokol keamanan di setiap moda transportasi, para penumpang diwajibkan menjaga jarak minimal 1 meter.
ITDP memprediksi, aturan ini akan menimbulkan antrean penumpang hingga ke JPO dan trotoar. Dampaknya adalah pengurangan ruang bagi pejalan kaki.
Baca juga: Transportasi Higienis, Kebutuhan Penting Saat New Normal
"Terbatasnya kapasitas transportasi publik dan tidak adanya alternatif moda, membuat warga cenderung beralih ke kendaraan pribadi," tulis ITDP dalam keterangan kepada Kompas.com, Kamis (4/6/2020).
Menurut lembaga ini, berkurangnya kapasitas angkut transportasi publik dikhawatirkan membuat warga beralih ke kendaraan pribadi.
Hal ini terjadi karena tidak adanya opsi transportasi berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Dikhawatirkan, nantinya, Jakarta akan kembali memasuki fase kemacetan total atau gridlock yang berakibat pada semakin buruknya kualitas udara serta memperparah penyebaran Covid-19.
Selain itu, protokol PSBB yang mengharuskan warga berada di rumah, membuat warga yang memiliki keterbatasan ruang tidak dapat beraktivitas aktif, seperti berolahraga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.