Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sofyan Djalil: Atasi 7 Juta Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi Harus 7 Persen

Kompas.com - 08/05/2020, 06:00 WIB
Putri Zakia Salsabila ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan, masalah pengangguran harus menjadi fokus utama pemerintah.

Menurutnya, semenjak adanya Covid-19, tenaga kerja di Indonesia menjadi over supply dan tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia.

Adapun saat ini jumlah pengangguran di Indonesia telah mencapai 7,05 juta orang.  

Sofyan menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 mencapai 5 persen, yang artinya kondisi tersebut mampu menciptakan 2 juta hingga 3 juta lapangan kerja.

Apabila pemerintah ingin mengurangi jumlah pengangguran saat ini, maka seharusnya pemerintah mengusahakan untuk menumbuhkan ekonomi hingga 6 persen sampai 7 persen.

Baca juga: Kementerian ATR/BPN Bantah RUU Cipta Kerja Untungkan Pengusaha Besar

"Kita perlu menumbuhkan ekonomi sampai 6 persen hingga 7 persen, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan, menciptakan kehormatan di antara masyarakat kita serta mampu menyediakan upah yang layak," kata Sofyan melalui siaran resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (7/5/2020).

Untuk itu, pemerintah perlu melakukan beberapa terobosan terutama dalam mewujudkan amanat UUD 1945 itu.

Jumlah 7,05 juta ni merupakan pengangguran terbuka. Banyak para sarjana yang baru saja lulus dan telah menempuh gelar mereka, para sajana juga kesulitan mendapat pekerjaan.

Salah satu langkah kementerian ATR/BPN saat ini adalah membuat acara ATR/BPN Goes To Campus secara online di Universitas Pamulang, UIN Syarief Hidayatullah, dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

Dalam agenda ini, ATR/BPN mengangkat tema tentang "Kebijakan Agraria dan Tata Ruang Pasca Rancangan Undang-undang Cipta Kerja" pada Rabu (6/5/2020).

Dalam acara tersebut Sofyan juga menjelaskan bahwa saat ini para Usaha Kecil dan Menengah (UKM) masih kesulitan dalam melakukan investasi karena terlalu banyaknya regulasi.

Sofyan menegaskan hal ini akan menjadi sorotan pemerintah untuk memperbaiki regulasi tersebut.

Regulasi yang ada umumnya menjadi hambatan dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi para pengusaha.

Indonesia tertinggal dari China, Vietnam, Malaysia dan Filipina, dalam hal pertumbuhan ekonomi.

"Ketika perang dagang antara China dengan Amerika Serikat, banyak perusahan yang hengkang dari RRT, namun tidak memilih Indonesia untuk destinasi baru mereka berinvestasi," tutup Sofyan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau