Tak hanya itu, Citi Research turut menyematkan nama Sumarecon (SMRA) dalam laporannya.
Meski keempat pengembang sebelumnya mengalami kenaikan, namun kinerja SMRA tercatat negatif yakni minus 25 persen secara tahunan.
Menurut laporan tersebut, penjualan perusahaan lemah karena rencana berbagai peluncuran proyeknya tertunda. Salah satu alasannya adalah pembatasan sosial akibat wabah Covid-19.
Kinerja LPKR disebut paling moncer di antara pengembang lainnya. Penjualan pengembang juga tercatat mengalami peningkatan 200 persen secara tahunan menjadi Rp 159 miliar.
Keberhasilan ini disokong oleh penjualan perkantoran Lippo Thamrin senilai Rp 994 miliar setelah konstruksi rampung.
Tak hanya itu, Citi Research pun menyebutkan, komitmen perusahaan untuk mengakselerasi konstruksi proyek Meikarta membantu meningkatkan pra-penjualan sebesar 122 persen secara tahunan menjadi Rp 156 miliar.
Ke depan, harga saham LPKR diprediksi bisa mencapai Rp 300 dalam jangka panjang. Akan tetapi, terdapat risiko yang bisa saja mengubah prediksi tersebut, sepeti pra-penjualan yang melambat, margin yang lebih rendah, regulasi properti yang lebih ketat, dan situasi politik yang tidak stabil.
Menurut Kepala riset Reliance Sekuritas Lanjar Nafi, minat investor masih tinggi pada saham perusahaan ini. Hal tersebut mengindikasikan persepsi investor bahwa pengembang memiliki prospek positif.
Data pembukuan LPKR menyebutkan, lebih dari 70 persen pendapatan LPKR berasal dari pendapatan berulang atau recurring income.
"Dalam jangka panjang Lanjar memprediksi kinerja perusahaan akan meningkat pada tahun 2020," kata Lanjar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.