Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wabah yang Mengubah Kota-kota Dunia, Bagaimana Setelah Corona?

Kompas.com - 05/04/2020, 11:05 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak orang menyebut Victoria Embankment merupakan gambaran London klasik.

Beberapa kartu pos yang diterbitkan pada awalanya mengggambarkan area tersebut sebagai kawasan yang luas dengan taman-taman terbuka dan megah.

Namun tak banyak yang tahu jika tanggul yang berdiri di area sepanjang 2,4 kilometer di sepanjang Sungai Thames tersebut merupakan produk dari pandemi.

Pada abad ke-19, wabah kolera menjangkiti dunia dan merenggut lebih dari 10.000 jiwa. Hal tersebut membuat kebutuhan akan saluran air limbah baru dan modern diperlukan.

Salah seorang insinyur sipil bernama Joseph Bazalgette, akhirnya berhasil merancang sistem pembuangan air limbah yang aman dan jauh dari persediaan air minum.

Tanpa pandemi itu, sistem pembuangan air limbah mungkin tidak akan pernah terwujud.

Baca juga: Kota Baru Gawai dan Kepatuhan Publik

Dirangkkum dari laman The Guardian, Minggu (5/4/2020), wabah sejak zaman dulu selalu meninggalkan bekas dan mengubah identitas kota.

Mulai dari wabah Athena yang terjadi pada tahun 430 Sebelum Masehi (SM) hingga Black Death di daratan Eropa.

Saat ini, berbagai negara di seluruh dunia sedang berjuang menghadapi wabah virus corona yang menyebar dengan cepat.

Pandemi ini secara langsung mengubah kebiasaan masyarakat dunia. Kini tidak banyak orang berkumpul dalam jumlah besar. Beberapa komunitas bahkan membatasi aktivitas antara satu sama lain.

Di lain pihak, pandemi ini juga mengubah cara orang berkomunikasi satu sama lain hingga cara masyarakat bekerja.

Beberapa orang bertanya, penyesuaian mana yang akan bertahan setelah pandemi berakhir?

Perubahan kebiasaaan

Profesor studi perkotaan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Richard Sennett mengatakan, saat ini pihaknya sedang berupaya mengurangi kepadatan di perkotaan.

Di lain sisi, Sennett mengungkapkan, secara keseluruhan kepadatan adalah hal yang baik. Hal ini membuat kota-kota lebih hemat energi.

"Jadi saya pikir dalam jangka panjang akan ada konflik antara tuntutan kesehatan masyarakat dan iklim yang bersaing," tutur Sennett.

Ilustrasi ruang kerja di rumah selama Work From Home.SHUTTERSTOCK Ilustrasi ruang kerja di rumah selama Work From Home.
Dia percaya, di masa depan akan ada fokus baru untuk menemukan desain bangunan yang memungkinkan orang untuk bersosialisasi tanpa harus berkumpul di satu ruangan.

Sementara Direktur pelaksana Bain Consultancy's Macro Trends Group Karen Harris mengungkapkan, pandemi ini menghapus biaya transportasi yang biasanya dihabiskan pekerja menuju dan dari kantor.

Baca juga: Wabah Corona Bisa Mengubah Sistem Kerja Perusahaan

Tren ini, sebut Harris, akan meningkat. Kemungkinan, akan semakin banyak perusahaan yang membangun sistem di mana karyawan dapat bekerja dari rumah.

"Ini adalah kebiasaan yang cenderung bertahan," ucap Harris.

Nah, hal ini tentu memiliki implikasi khususnya di kota-kota besar. Semakin banyak perusahaan yang memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk bekerja dari rumah, maka daya tarik pinggiran kota berkurang.

Nantinya, pusat kota atau pusat bisnis tak lagi menarik. Banyak orang yang mulai tertarik untuk tinggal di pedesaan.

Dampak lainnya adalah aktivitas digital serta inovasi dalam bidang teknologi semakin meningkat.

Kota pintar

Di China, pihak berwenang telah meminta bantuan perusahaan teknologi seperti Alibaba dan Tencent untuk melacak penyebaran Covid-19 dan menggunakan analisis big data untuk mengantisipasi di mana cluster transmisi berikutnya akan muncul.

Harris menuturkan, jika kota-kota pintar seperti Shenzhen dan Songdo dinilai lebih aman dari wabah corona ini, maka ke depan, kota yang lebih aman dari perspektif kesehatan masyarakat adalah kawasan yang mengadaptasi teknologi ke dalam setiap aspek kehidupannya.

Di Shenzhen, robot keamanan berpatroli di tempat-tempat umum dan memperingatkan orang-orang jika mereka tidak mengenakan masker.

Akan tetapi Harris mengatakan, dia sendiri tidak dapat memprediksi kebiasaan atau perubahan apa yang terjadi di kemudian hari setelah pandemi berakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau