JAKARTA, KOMPAS.com - Provinsi Maluku. Zamrud Khatulistiwa di Timur Indonesia yang kaya dengan potensi wisata bahari, ekowisata, pariwisata cagar budaya dan sejarah.
Pantai, taman nasional, dan pemandangan alam, adalah sumber daya yang dapat dikembangkan dan dikelola ke depan.
Termasuk pantai pasir putih yang terkenal, Pantai Ngurbloat, yang membentang sepanjang lima kilometer.
Bahkan National Geographic menobatkannya sebagai "pantai pasir putih terbaik di Asia". Namun, Ngurbloat hanyalah salah satu pantai wisata utama Maluku, selain Pasir Panjang dan Natsepa, yang juga dianggap eksotik karena pasir putih dan latar belakang langit biru.
Baca juga: 2019, Pemerintah Bangun 28,80 Kilometer Jalan di Maluku Tenggara Barat
Dengan segala panorama ciamik ini, Maluku telah dikunjungi oleh lebih dari 115.000 orang pada tahun 2018. Rinciannya, 100.500 adalah pengunjung domestik, dan 14.300 merupakan pengunjung asing.
Terkait turis mancanegara, tak mengherankan jika populasinya terus bertambah. Hal ini karena Maluku kerap menjadi tuan rumah berbagai event internasional selama lima tahun terakhir.
Jumlah pengunjung asing tumbuh dari sebelumnya 3.500 orang pada 2013 menjadi 14.300 pada 2018, mewakili tingkat pertumbuhan tahunan gabungan atau compound annual growth rate (CAGR) 32,5 persen.
Menariknya, dari total jumlah pengunjung asing, hanya 4 persen dari negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pasar terbesar justru dari Eropa dengan angka 68, Asia 13 persen, dan Amerika 10 persen.
Menyusul pasar ASEAN dan Asia dengan CAGR sekitar 20 persen selama lima tahun terakhir.
Menurut Founder dan CEO Hotel Investment Strategies LLC Ross Woods, pengunjung domestik merupakan katalisator pariwisata Maluku.
Jumlahnya terus meningkat dengan CAGR 15,5 persen dari sebelumnya 31.600 orang pada 2010, menjadi 100.500 jiwa pada 2018.
Baca juga: Ambon Menuju Kota Terbuka
Turis dari Pulau Jawa mendominasi kunjungan dengan angka 69 persen, diikuti Sulawesi 11,8 persen, dan Papua 10,8 persen.
"Dengan penerbangan langsung dari Jakarta ke Ambon, sekitar 49.000 pengunjung domestik datang ke Maluku," ujar Ross dalam surelnya kepada Kompas.com, Senin (2/3/2020).
Lonjakan pengunjung ke Maluku, imbuh Ross, terkait dengan kemudahan akses. Terdapat dua opsi yang ditawarkan yakni pesawat dan kapal feri.
Termasuk Bandara Pattimura, Bandara Sultan Baabullah, Bandara Sultan Hasanuddin, Bandara International Soekarno-Hatta, dan Bandara Sentani.
Tentu saja hal ini berdampak juga pada pertumbuhan jumlah kamar hotel, baik hotel berbintang maupun tanpa kelas.
Ross menuturkan, ada dua fase penting dalam pengembangan hotel di Maluku. Pertama adalah kurun 1987-2002, dan fase kedua medio 2003-2018.
Selama fase pertama, jumlah kamar tumbuh dari 883 unit pada 1987 menjadi 2.040 unit pada 2002, dengan CAGR 5,7 persen.
Baca juga: Harris, Merek Lokal yang Berjaya di Pasar Hotel Indonesia
Kemudian pada fase kedua, populasi kamar meningkat dengan CAGR 12,7 persen dari 979 unit pada 2002 menjadi 5.874 pada 2018.
Komposisi sektor akomodasi saat ini di Maluku telah berevolusi secara perlahan selama lima tahun terakhir. Kehadirannya menjawab kebutuhan beragam tamu domestik dan internasional.
Ross mencatat, jumlah hotel berbintang telah meningkat dari 21 properti pada 2013 menjadi 22 properti pada 2018.
Selama periode yang sama, jumlah kamar hotel berbintang naik dengan CAGR 1,2 persen dari 995 unit menjadi 1.054 unit.
Bandingkan dengan CAGR Nasional untuk hotel-hotel berbintang yang mencatat pertumbuhan CAGR sebesar 5,1 persen. Tak jauh beda bukan?
Selama periode 2013-2018, hotel bintang 2 dan 3 mencatat soliditas CAGR dengan angka 13,1 dan 13,2 persen.
Adapun permintaan untuk hotel bintang 1 merosot dengan CAGR 27,1 persen, atau 29.000 kamar malam.
Khusus tahun 2018, hanya 6 persen dari pengunjung domestik ke Maluku tinggal di hotel-hotel. Mereka menyumbang 92 persen dari total tamu yang bermalam di 22 hotel berbintang.
Angka ini turun dari 94 persen pada satu dekade sebelumnya yakni tahun 2008.Meski demikian, jumlah tamu domestik tercatat mengalami kenaikan dari 33.000 pada tahun 2006 menjadi hampir 116.000 pada 2018 dengan CAGR 13,4 persen.
Angka ini berlanjut ke tingkat pertumbuhan jangka panjang sebesar 14,3 persen pada tahun 2020, dan puncaknya mencapai 134.000 tamu domestik.
Sementara jumlah tamu asing yang menggunakan hotel berbintang terus mengalami tren meningkat dari sebelumnya pada 2006 hanya 2.000 orang menjadi 9.900 pada 2018 dengan CAGR 17,2 persen.
Berdasarkan kinerja tahunan per September 2019, Ross memperkirakan, jumlah tamu asing menurun 29 persen menjadi 7.100 orang.
Namun, pada tahun ini, jumlah wisatawan mancanegara bakal tumbuh sekitar 7 persen pada tahun 2020 menjadi 7.600 orang.
Adapun selama periode 2008-2018, rata-rata hunian kamar tahunan untuk hotel-hotel berbintang adalah 38,1 persen.
Bandingkan dengan kurun 1994-2019 dengan pertumbuhan 40,2 persen dan mencapai puncaknya pada 2015 dengan angka hampir 60 persen.
"Hunian kamar tahunan diperkirakan menurun tiga poin pada tahun 2019, menjadi 35,8 persen. Namun ini akan naik lagi 0,7 persen menjadi 36,4 persen pada 2020," tuntas Ross.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.