"Kalau tidak hati-hati, penumpang akan terserempet bus TransJakarta. Ini masalah keselamatan, dan kenyamanan. Harus disediakan drop off area yang memadai," cetus Rami.
Selain itu, tak kalah penting adalah fasilitas park and ride. Dia tidak melihat fasilitas seperti ini di sekitar Stasiun Lebak Bulus dan Bundaran HI.
Baca juga: 1 Desember, Naik MRT Jakarta Bisa Pakai QR Code
"Saya harus muter-muter lebih dulu, mencari tempat parkir. Hal ini sangat mengganggu, dan justru ketiadaan tempat parkir ini berpotensi mengurungkan niat masyarakat yang selama ini menggunakan kendaraan pribadi, beralih ke MRT," Head of Integrated Communication Signify Indonesia, Lea Kartika Indra Panggabean, menimpali.
Padahal, tujuan dibangunnya mass rapid transit adalah memindahkan perjalanan kendaraan pribadi ke angkutan massal, sehingga tingkat kemacetan bisa berkurang signifikan.
Selain itu, Rami dan Lea memberi catatan khusus, bahwa MRT Jakarta harus terintegrasi dengan moda lainnya, terutama moda pengumpan (feeder).
Jika itu semua dipenuhi, keduanya yakin, masalah efisiensi dan efektivitas perjalanan yang selama ini menjadi momok Jakarta, akan teratasi.
Menurut Rami, infrastruktur konektivitas, bagaimana pun juga, bakal mendorong ketertarikan investasi, baik dari dalam negeri, maupun mancanegara.
"Orang akan tertarik membenamkan investasi di Jakarta. Bayangkan, kota ini akan lebih hidup, kompetitif, dan menarik, jika lane MRT Jakarta tak hanya satu from South to North, melainkan juga dari West to East, serta terkoneksi dengan lintas-lintas moda transportasi lainnya," terang Rami.
Oleh karena itu, kehadiran MRT Jakarta harus dibarengi dengan pengembangan ekosistem di sekitarnya yang dapat menunjang perjalanan warga Jakarta menjadi lebih menyenangkan.
Hal inilah yang lazim disebut sebagai transit oriented development (TOD). Bicara tentang MRT, kata Rami, tidak bisa berdiri sendiri secara parsial, melainkan harus tercipta sebuah ruang hidup dan kehidupan agar Jakarta berubah menjadi livable city.
Baca juga: 7 Bulan MRT Jakarta Beroperasi, Permintaan Properti Melesat Tinggi
Pengelola MRT Jakarta harus mampu menciptakan ruang itu di sekitar stasiun, di mana warganya dapat dengan mudah mengakses stasiun melalui jalur pedestrian yang teduh, nyaman dilintasi, dan aman.
Kemudian, mereka juga harus mampu menciptakan ruang-ruang publik, ruang seni, atau pun ruang komersial yang dirancang dengan konsep kebersamaan atau kolaboratif.
"Saya percaya Jakarta punya potensi semua itu. Mulai dari pertunjukkan seni, kuliner bercita rasa tinggi, serta kerajinan tangan yang dikemas sedemikian rupa demi menarik minat wisatawan. Bangkok telah melakukan ini, Jakarta seharusnya bisa," imbuh Rami.
Sebelum ini, Signify telah melakukan beautifikasi untuk tengara-tengara (landkmark) serta bangunan ikonik di Jakarta, dan beberapa kota lainnya di Indonesia.
Melalui CityTouch, Signify memberikan sistem pencahayaan pintar secara digital yang memungkinkan administrator kota untuk mengoperasikan, mengontrol, dan memelihara penerangan jalan umum melalui gawai atau komputer yang terkoneksi internet.
Baca juga: Di Balik Gemerlap Jembatan Holtekamp, Ada Sistem Pencahayaan Pintar
Monumen Nasional di Jakarta, Tugu Pahlawan di Surabaya, Jembatan Ampera di Palembang, Patung Ksatria Gatot Kaca di Bali, Monumen Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta, Gedung Sate di Bandung, Monumen Mandala di Makassar, dan Jembatan Youtefa di Papua, hanyalah beberapa contoh yang telah mengalami sentuhan keindahan lampu Signify.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.