JAKARTA, KOMPAS.com - "Terima kasih sudah mengajak saya menikmati perjalanan singkat dengan MRT Jakarta. Sangat mengesankan, infrastruktur yang membawa Jakarta menjadi metropolitan modern, maju, dan berdaya saing".
Demikian Country Leader and General Manager for Signify Indonesia Rami Hajjar mengungkapkan kesannya usai menggunakan MRT Jakarta dengan titik awal Stasiun Lebak Bulus, di Jakarta Selatan, menuju titik akhir, Stasiun Bundaran HI, di Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2019).
Perjalanan singkat yang ditempuh kurang dari 40 menit itu, betul-betul membawa kesan khusus bagi Rami.
"Terus terang, ini kali pertama saya mencoba MRT Jakarta. Dengan pengalaman yang begitu impresif, saya akan mengajak keluarga untuk menggunakan MRT," imbuh Rami dalam perbincangan eksklusif dengan Kompas.com.
Baca juga: MRT Jakarta Buka Peluang Lepas Saham ke Publik
Menurut Rami, salah satu indikator kota metropolitan yang cerdas (smart city), maju dan modern adalah perjalanan yang ditempuh warganya secara efektif, dan efisien.
Bukan hanya dari segi biaya atau road user cost, melainkan juga waktu yang terukur secara presisi, tenaga, dan juga pengalaman (experiencing).
Secara obyektif, kata Rami, kondisi MRT Jakarta bisa disejajarkan dengan moda transit massal di kota-kota dunia lain macam London, Paris, dan Singapura.
Kebersihan, keamanan, dan kenyamanan adalah hal-hal krusial yang dinilai Rami demikian penting. Dan ketiganya, telah memenuhi ekspektasi.
"It is very clean, baik di stasiun maupun dalam kereta. And security, no compromise. Keamanan memang harus dilakukan secara berlapis, itu tidak bisa dikompromikan," kata Rami.
Baca juga: Fase II MRT Jakarta Bunderan HI-Ancol Barat Butuh Rp 22,5 Triliun
Demikian halnya dengan ticketing, Rami merasa puas karena petugasnya memiliki kemampuan berbahasa Inggris, bisa menjelaskan perihal tiket dan perjalanan dengan baik.
Sementara signage, train set, informasi perjalanan, dan fasilitas untuk kaum difabel atau pun lansia, menurut Rami, sudah mencukupi.
Catatan major itu antara lain, ketiadaan area menurunkan penumpang (pengguna MRT Jakarta) atau biasa disebut drop off area.
Terlebih di Stasiun Lebak Bulus, Rami harus berlari saat turun dari mobil untuk menjangkau stasiun. Sementara area yang digunakan atau terpaksa difungsikan sebagai drop off justru merupakan lintasan TransJakarta.
"Kalau tidak hati-hati, penumpang akan terserempet bus TransJakarta. Ini masalah keselamatan, dan kenyamanan. Harus disediakan drop off area yang memadai," cetus Rami.
Selain itu, tak kalah penting adalah fasilitas park and ride. Dia tidak melihat fasilitas seperti ini di sekitar Stasiun Lebak Bulus dan Bundaran HI.
Baca juga: 1 Desember, Naik MRT Jakarta Bisa Pakai QR Code
"Saya harus muter-muter lebih dulu, mencari tempat parkir. Hal ini sangat mengganggu, dan justru ketiadaan tempat parkir ini berpotensi mengurungkan niat masyarakat yang selama ini menggunakan kendaraan pribadi, beralih ke MRT," Head of Integrated Communication Signify Indonesia, Lea Kartika Indra Panggabean, menimpali.
Padahal, tujuan dibangunnya mass rapid transit adalah memindahkan perjalanan kendaraan pribadi ke angkutan massal, sehingga tingkat kemacetan bisa berkurang signifikan.
Selain itu, Rami dan Lea memberi catatan khusus, bahwa MRT Jakarta harus terintegrasi dengan moda lainnya, terutama moda pengumpan (feeder).
Jika itu semua dipenuhi, keduanya yakin, masalah efisiensi dan efektivitas perjalanan yang selama ini menjadi momok Jakarta, akan teratasi.
Menurut Rami, infrastruktur konektivitas, bagaimana pun juga, bakal mendorong ketertarikan investasi, baik dari dalam negeri, maupun mancanegara.
Oleh karena itu, kehadiran MRT Jakarta harus dibarengi dengan pengembangan ekosistem di sekitarnya yang dapat menunjang perjalanan warga Jakarta menjadi lebih menyenangkan.
Hal inilah yang lazim disebut sebagai transit oriented development (TOD). Bicara tentang MRT, kata Rami, tidak bisa berdiri sendiri secara parsial, melainkan harus tercipta sebuah ruang hidup dan kehidupan agar Jakarta berubah menjadi livable city.
Baca juga: 7 Bulan MRT Jakarta Beroperasi, Permintaan Properti Melesat Tinggi
Pengelola MRT Jakarta harus mampu menciptakan ruang itu di sekitar stasiun, di mana warganya dapat dengan mudah mengakses stasiun melalui jalur pedestrian yang teduh, nyaman dilintasi, dan aman.
Kemudian, mereka juga harus mampu menciptakan ruang-ruang publik, ruang seni, atau pun ruang komersial yang dirancang dengan konsep kebersamaan atau kolaboratif.
"Saya percaya Jakarta punya potensi semua itu. Mulai dari pertunjukkan seni, kuliner bercita rasa tinggi, serta kerajinan tangan yang dikemas sedemikian rupa demi menarik minat wisatawan. Bangkok telah melakukan ini, Jakarta seharusnya bisa," imbuh Rami.
Sebelum ini, Signify telah melakukan beautifikasi untuk tengara-tengara (landkmark) serta bangunan ikonik di Jakarta, dan beberapa kota lainnya di Indonesia.
Melalui CityTouch, Signify memberikan sistem pencahayaan pintar secara digital yang memungkinkan administrator kota untuk mengoperasikan, mengontrol, dan memelihara penerangan jalan umum melalui gawai atau komputer yang terkoneksi internet.
Baca juga: Di Balik Gemerlap Jembatan Holtekamp, Ada Sistem Pencahayaan Pintar
Monumen Nasional di Jakarta, Tugu Pahlawan di Surabaya, Jembatan Ampera di Palembang, Patung Ksatria Gatot Kaca di Bali, Monumen Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta, Gedung Sate di Bandung, Monumen Mandala di Makassar, dan Jembatan Youtefa di Papua, hanyalah beberapa contoh yang telah mengalami sentuhan keindahan lampu Signify.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.