JAKARTA, KOMPAS.com - Tujuh bulan sejak Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta resmi beroperasi pada Maret 2019, PT MRT Jakarta menargetkan dapat menjadi perusahaan skala dunia, world class operator pada 2023 mendatang.
Tak main-main, benchmark yang dijadikan acuan adalah perusahaan serupa yang mengelola metro train di Jepang, Hong Kong, dan Singapura.
Direktur Operasional dan Perawatan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi mengungkapkan hal itu saat kelas MRT Fellowship Pogram, di Jakarta, Jumat (15/11/2019).
"Kami ingin menjadi world class operator tahun 2023 nanti. Setara Jepang, Hong Kong dan Singapura," kata Effendi.
Bukan tanpa alasan target PT MRT Jakarta demikian ambisius. Menurut Effendi, perusahaan daerah ini sudah memiliki kemampuan, baik dalam membangun, maupun mengelola metro train.
Baca juga: 25 November, MRT Jakarta Terbitkan Kartu Multi Trip
Terutama untuk komponen utama seperti kereta (train set) yang memang produksi Jepang, jalur (track) kereta, dan fasilitas penunjang seperti stasiun, persinyalan, dan seluruh komponen lainnya yang dibangun memenuhi standar internasional.
"Tentang karyawan, ini seleksinya ketat. Mereka yang terpilih pintar-pintar dan dari berbagai latar belakang berbeda. Tinggal menyesuaikan dengan culture PT MRT Jakarta saja," imbuh Effendi.
Tak kalah penting adalah prestasi ketepatan waktu kereta datang yang telah dicapai yakni 99,86 persen, ketepatan waktu perjalanan mencapai 99,1 persen, dan waktu tunggu 99,87 persen.
Karena itu Effendi optimistis PT MRT Jakarta bisa menjadi operator kelas dunia. Apalagi jika institusi internasional diajak bekerja sama, tentu target ini bakal terealisasi lebih cepat.
Untuk dapat mewujudkan target besar menajdi world class operator tersebut, PT MRT Jakarta telah menyiapkan berbagai strategi.
Pertama dalam masa pra operation, kedua during operation, dan ketiga further operation, yang mencakup sistem dan sumber daya manusia (SDM).
Baca juga: Tak Hanya Kantor, Apartemen di Sepanjang Rute MRT Lebih Dicari
Perusahaan, lanjut Effendi, memberangkatkan para pengemudi atau masinis kereta untuk mengikuti pelatihan (training driver) mengenai operation control center (OCC) di Malaysia, persiapan membentuk standard operational procedure (SOP) berikut SDM-nya dengan konsultan Jepang, serta special training dan maintenance juga di Jepang.
Selain itu, para eksekutif managerial juga mendapat pelatihan khusus di Hong Kong, para insinyur konstruksi belajar ke Singapura, rolling stock maintenance team dikirim belajar ke Jepang, dan tim riset ke Monash University di Australia.
"Kami mengirimkan man power sesuai kompetensi ke negara-negara yang memang punya keunggulan dan terbaik di bidangnya masing-masing. Cara ngebor dan bikin stasiun ya Singapura jagonya, masinis ya Malaysia, kalau riset pastinya Asutralia," jelas Effendi.