Ini merupakan metode pembuatan terowongan dengan menggunakan perkuatan tanah di sekeliling area yang ternyata rawan longsor.
"Karena itulah, kami juga melakukan hydro seeding atau menanam kacang-kacangan di medan lembah dan bukit untuk mencegah longsor," imbuh Yusrizal.
Dikenal sebagai NATM, sistem rekayasa terowongan ini lebih merupakan seperangkat prinsip atau filosofi daripada metode teknis yang bersifat menentukan.
NATM berupaya memaksimalkan resistensi yang melekat di tanah dan kapasitas dukungan, dan secara luas diakui sebagai salah satu teknik paling ekonomis untuk membangun dan mengevaluasi terowongan.
Selain itu, NATM juga dapat menghemat ongkos konstruksi, material bangunan, tenaga konstruksi, dan pengurangan jadwal proyek secara signifikan.
Metode ini menunjukkan ketahanan yang besar terhadap tekanan geologis yang terlihat di daerah rawan gempa.
NATM tercatat sebagai metode konstruksi yang dipilih par excellence untuk membangun sejumlah besar terowongan di seluruh dunia.
Berbeda dengan metode klasik seperti pendekatan Belgia atau Jerman, di mana terowongan segera dibangun tanpa membiarkannya berubah secara alami, NATM memungkinkan deformasi massa batuan sebelum menstabilkan terowongan, yang mengurangi jumlah bahan pendukung tambahan yang diperlukan.
Terowongan ditutupi dengan lapisan beton yang disemprotkan atau shotcrete, yang lebih cepat dan lebih mudah untuk dieksekusi daripada bekisting tradisional.
Lapisan shotcrete ini meningkatkan kohesi internal massa batuan, memperkuat cincin (galian) pendukung, dan dapat bertindak sebagai lapisan sementara dan juga lapisan akhir.
Untuk diketahui, guna membangun terowongan ini, dana yang dikucurkan nyaris Rp 1 triliun, atau tepatnya Rp 890 miliar.
"Kami membangun terowongan ini dalam waktu 1 tahun enam bulan sejak pertengahan 2017 dan rampung awal 2019," sebut Yusrizal.
Meski belum dapat dikatakan sebagai mahakarya para insinyur Indonesia, Danang mengakui, jalan tol dengan fasilitas terowongan ini adalah era baru underground structure yang demikian kompleks.
"Saya masih menunggu terowongan tol di Bengkulu yang jauh lebih panjang. Namun demikian, saya ingin mengatakan bahwa dengan konstruksi terowongan ini, para insinyur Indonesia telah memasuki era baru underground structure yang kompleks," tutur Danang.