JAKARTA, KOMPAS.com - Tak banyak konsumen yang masih melirik jajaran kios-kios di pusat perbelanjaan trade center.
Pemberitaan Kompas.com sebelumnya menyebutkan, kios-kios yang berada di sejumlah trade center sepi pembeli.
Untuk menyiasatinya, ada cara yang bisa diterapkan. Salah satunya adalah berinovasi. Hal ini menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alexander Stefanus Ridwan, merupakan siasat agar bisnis ritel dapat bertahan.
Baca juga: Ini Penyebab Turunnya Kejayaan ITC (I)
Selain itu, para pelaku usaha dan pengelola pusat perbelanjaan tersebut, dapat melakukan beberapa cara ini:
Menurut Stefanus, para pedagang dan juga pengelola harus menyatukan visi. Ini karena setiap kios bisa dimiliki oleh perorangan, atau pun kelompok sehingga menyebabkan pengelola dan atau pengembang kesusahan untuk menyatukan pendapat seluruh pemilik kios.
"Kalau bersatu, banyak trade center yang masih laku. Tapi kalau semuanya masih mentingin diri sendiri, enggak mau memecahkan bareng-bareng ya repot," ungkap Stefanus kepada Kompas.com, Rabu (3/7/2019).
Salah satu syarat untuk bertahan di industri ini adalah dengan menerapkan beragam inovasi salah satunya omnichannel.
Baca juga: Ini Penyebab Turunnya Kejayaan ITC (II)
Dengan cara ini, pelanggan bisa menggunakan lebih dari satu channel penjualan. Bukan hanya toko fisik, mereka juga dapat menawarkan barang dagangannya di e-commerce dan melakukan jual-beli via mobile.
"Selama ini mal-mal yang ditinggalkan customer-nya, mereka yang tidak berubah sama sekali. Dia, enggak mau main omnichannel, dan juga isi toko enggak bagus, enggak menarik, enggak layak selfie," ujar Stefanus.
Sementara Sinarmas Land sendiri sebagai salah satu pengembang dan pengelola 9 ITC di Jakarta, Depok, dan Surabaya tengah mengembangkan platform e-commerce.
Head of ITC Group Sinarmas Land, Christine Tanjungan mengatakan, pihaknya saat ini sedang mengaktifkan pemasaran produk secara offline to online (O to O).
Direktur Marketing BTC City Andy Chandra mengatakan, terkait fenomena semakin anjloknya pamor trade center, pengelolaan pusat belanja ini lebih sulit dibandingkan dengan mal sewa atau lease mall.
Baca juga: Ini Penyebab Turunnya Kejayaan ITC (III)
Menurutnya, kios-kios yang ada di trade center sudah menjadi aset pemilik, sehingga susah untuk diatur seragam.
Berbeda dengan mal sewa di mana pengelola memiliki hak untuk mengubah. Selain itu, pengelolaan mal sewa lebih mudah diatur, karena kios yang ada di dalamnya merupakan aset pengembang.
Terkait hal ini, Andy mengungkapkan, pengelola bisa mengubah konsep pusat belanja menjadi community meeting mall. Sementara menurut Stefanus, pengelola dan pedagang dapat bermitra dengan komunitas sehingga bisa langsung menjangkau pelanggan.